Kamis, 10 Maret 2011

Alat tangkap long line

PENANGKAPAN IKAN DENGAN LONG LINE

Long line terdiri dari rangkaian tali utama ,tali pelampung dimana pada tali utama pada jarak tertentu terdapat beberapa tali cabang yang pendek dan lebih kecil dia meternya, dan diujung tali cabang ini diikat pancing yang berumpan. Ada beberapa jenis long line. Ada yang dipasang didasar perairan serta tetap dalam jangka waktu tertentu dikenal dengan nama rawai tetap atau bottom long line atau set long line yang biaanya digunakan untuk menangkap ikan ikan demarsal .ada juga rawai yang hanyut yang biasa disebut degan dript long line, biasanya digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis .yang paling terkenal adalah tuna long line atau disebut juga dengan rawai tuna,.walaupun dalam kenyataannya bahwa hasil tangkapnnya bukan bukan ikan tuna tetapi juga jenis0jenis ikan lain seperti layaran ,ikan hiu dan lain-lain. Secara perinsip rawai tuna sama seperti rawai-rawai lainnya,namun mengingat faktor biologi ikan sasaran ,tekhnik pengoperasian alat,komponent alat bantu ,kapal yang tersedia, maka dilakukan berbagai penyesuaian.bahan tali pancing terbuat dri bahan monofilament(PA) atau multifilamant (PES seperti terylene, Pva seperti kuralon atau PA seperti nylon).perbedaan pemakaian bahan ini akan mepengaruhi line hauler yang diperlukan.beberapa perbedan dari kedua jenis bahan tersebut dipandang dari segi teknis adalah sebagai berikut.

*
Bahan multifilament lebih berat dan mahal dibandingkan dengan monofilament, lebih mudah dirakit,dan lebih sesuai untuk kapal-kapal kecil.
*
Bahan multifilamant lebih mudah ditangani dan lebih tahan lama.karena itu,dalam jangka panjang rawai multifilament harganya relatif lebih rendah.
*
Karena lebih kecil, halus, dan transparan maka pemakaian monfilament dinilai akan memberi hasil tangkapan lebih baik dari multifilament.
Dilihat dari segi kedalaman operasi (fishing depth) rawai tuna dibagi dua yaitu bersifat dangkal dan yang bersifat dalam yang pancingnya berada pada kedalaman 100-300m. Perbedaan kedua jenis ini disebabkan pada tipe dangkal satu basket rawai diberi sekitar 5 pancing sedangkan pada tipe dalam diberi 11-13 pancing sehingga lengkungan tali utama, menjadi lebih dalam. Dalam beberapa sifat dari kedua tipe ini adalah :

*
Rawai tipe dalam memerlukan line hauler yang lebih kuat dibanding tipe dekat permukan.
*
Rawai tipe dalam menangkap jenis big eye yang lebih banyak ( sehingga nilai produksinya lebih baik )dibanding tipe permukaan.tuna yang tertangkap dengan rawai dangkal didominasi oleh yellowfin tuna yang harganya lebih rendah dibandingkan dengan big eye.Pelepasan pancing (setting) dilakukan menurut garis serong atau tegak lurus pada arus.waktu melepas pancing biasanya dini hari tergantung jumlah basket yang akan dipasang karena diharapkan setting selesai pada pagi hari jam 07.00 saat ikan giat cari mangsa.akan tetapi pengoperasian siang hari pun bisa dilakukan .namun akibatnya penarikan pancing (hauling )jatuh pada waktu sore hari.

Umpan yang umum dipakai adalah jenis ikan yang mempunyai sisik mengkilat,tidak cepat busuk,dan rangka tulangnya kuat sehingga tidak mudah lepas dari pancing bila tidak di sambar ikan.beberapa jenis diantaranya adalah bandeng,saury,tawes, kembung,layang, dan cumi-cumi.panjang umpan berkisar antara 15-20 cm, dengan berat 80-150 gram.cumi0cumi kecil masih dapat dipakai asalkan digabung (dijahit) beberapa ekor sehingga menjadi cukup besar.umpan ini harus berasal dari ikan-ikan yang benar-benar segar dan dilakukan dengan baik agar tahan dalam waktu yang lama.

Bagian-bagian dari tuna long line

Seperti alat penangkap lainnya ,satu unit long line terdiri dari kapl yang dirancang khusus,alat penangkap dan crew.kapal-kapal tuna long line modern bagian belakang dari kapal ini telah dirancang dengan baik untuk mudah operasi dan pengaturan alat penangkap. Tuna long line sendiri pada umumnya terdiri dari : pelampung, bendera, tali pelampung, main line,branch line,pancing wire leader,dan lain-lain.antara pelampung dengan pelampung dihubungkan dengan tali pelampung dan tali utama dimanasepanjan tali utama terpasang beberapa tali cabang.satu rangkaian alat inilah yang disebut dengan satu basket long linejumlah mata pancing pada setiap basket bervariasi.untuk lebih detail pengetahuan tentang alatini kita lihat bagian demi bagian.

1. Pelampung (float)

Pelampung yang digunakan pada long line terdiri dari beberapa jenis yaitu pelampung bola,pelampung bendera,pelampung radio, dan pelampung lampu.warna pelampung harus berbeda atau kontras dengan warna air laut.hal ini dimakasudkan untuk mempermudah mengenalnya darijarak jauh setelah setting.

*
Pelampung bola

Pelampung bola biasanya terpasang padaujung basket dari alat tangkap.pelampung bola ini terbuat dari bahan sintetic dengan dimeter 35 cm dan ada yang lebih besar.untuk long line dengan jumlah basket 70 maka jumlah pelampung bola yang digunakan adalah 68 buah, pada ujungnya terdapat pipa setinggi 25 cm dan stiker scotlight yang sengat berguna bila alat penangakap tersebut terputus maka mudah menemukannya.untuk melindungi pelampung-pelampung tersebutdari benturan yang dapat menyebabkan pecahnya pelampung tersebut, maka pelampung tersebut dibalut dengan anyaman tali polyehylene dengan diameter 5mm.

*
Pelampung bendera

Pelampung bendera merupakan pelampung yang pertamakali diturunkan pada waktu setting dilakukan. Biasanya diberi tiang (dari bambu atau bahan lain) yang panjangnya bervariasi sekitar 7 m dan diberi pelampung.supaya tiang ini berdiri tegak maka diberi pemberat.
*
Pelampung lampu

Pelampung ini biasanya menggunakan balon 5 watt yang sumberlistriknya berasal dari baterai yang terletak pada bagianu ujung atas pipa atau bagian bawah ruang yang kedap air.pelampung ini dipasang pada setiap 15 basket yang diperkirakan hauling pada malam hari.fungsinya adalah untuk penerangan pada malam hari dan memudahkan pencarian basket bila putus.

*
Pelampung radio bouy

Sebuah radio bouy dilengkapi dengan transmiter yang mempunyai frekuensi tertentu.daerah tranmisinya bisa mencapai 30 mil.jika dalam pengoperasian long line menggunakan radio bouy,maka kapal harus dilengkapi dengan radio direction finder(RDF).peralatan ini berfungsi untuk menunjukan arah lokasi radio bouy dengna tepat pada waktu basket putus.

2. Tali pelampung

Tali pelampung berfungsi untuk mengatur kedalaman dari alat penangkap sesuai dengan yang dikehendaki.tali pelampung ini biasanya terbuat dari bahan kuralon.

3. Tali utama (main line)

Tali utama atau main line adalah bagian dari potongan-potongan tali yang dihubungkan antara satu dengan yang lainsehingga membentuk rangkaian tali yang sangat panjang.tali utama harus cukup kuat karena menanggung beban dari tali cabang dan arikan ikan yang terkait pada mata pancing.pada kedua ujung pada main line dibuat simpul mata. Main line basanya terbuat dari bahan kuralon yang diameternya 0,25 inci atau lebih. Panjang main line tergantung dari panjang dan jumlah branch line,karena setiap penemuan kedua ujung main line merupakan tempat pemasangan branch line.

4. Tali cabang (branch line)

Bahan dari tali cabang biasanya sama dengan tali utama, perbadaanya hanya pada ukuran saja,dimana ukuran tali cabang lebih kecildari tali utama.satu set tali cabang ini terdiri dari tali pangkal, tali cabang utama, wire leader yang berfungsi agar dapatmenahan gesekan pada saat ikan terkait pada pancing, dan pancing yang terbuat dari bahan baja, biasnaya menggunakan pancing no.7 Umpan merupakan bagian yang sangat penting untuk diperhatikan dalam penangkapan ikan dengan tuna long line.ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi umpan pada alat penangkap ini antara lain adalah jenis ikan yang mempunyai sisik mengkilat dengan warna yang menarik sehingga dengan mudah dapat dilihat pada jarak yang jauh,kemudian tidak cepat busuk,rangka tulang kuat sehingga tidak mudah lepas dari pancing bila tidak disambar ikan, mempunyai bau yang cukup tajam dan merangsang serta disukai oleh ikan yang dipancing, tersedia dalam jumlah yang besar,dan murah harganya. Ikan bandeng, ikan kembung, ikan layang dan cumi-cumi merupakan jenis umpan yang banyak digunakan.

5. Perlengkapan lainnya

Perlengkapan lainnya yang dimaksud adalah alat-alat yang dipergunakan untuk mempermudah dan mememperlancar kegiatan operasi penangkapan diakapl antara lain adalah radar, RDF, line hauler, marline spike, catut potong, ganco, sikat baja, jarum pembunuh, pisau, dan lain-lain. Tekhnik operasi penangkapan Setelah semua persiapan telah dilakukan dan telah tiba di fishing ground yang telah ditentukan . setting diawali dengan penurunan pelampung bendera dan penebaran tali utama, selanjutnya dengan penebaran pancing yang telah dipasangi umpan.rata-rata waktu yang dipergunakan untuk melepas pancing 0,6 menit/ pancing.pelepasan pancing dilakukan menurut garis yang menyerong atau tegak lurus terhadap arus.waktu melepas pancing biasanya wktu tengah malam,sehingga pancing telah terpasang waktu pagi saat ikan sedang giat mencari mangsa. Akan tetapi, penggoperasian pada siang hari dapat pula dilakukan. Penarikan alat penangkap dilakukan setelah berada didalam air selama 3-6 jam. Penarikan dilakukan dengan menggunakan line hauler yang diatur kecepatannya. Masing-masing anak buah kapal telah mengetahui tugasnya sehingga alat penangkap dapat diatur dengan rapi.lamanya penarikan alat penangkap sangat ditentukan oleh banyakny hasil tangkapan dan faktor cuaca. Penarikan biasanya memakan waktu 3 menit / pancing.perusahaan perikanan samudra bedar di bali melakukan hauling sekitar 9-11 jam. Selanjutnya dilakukan penanganan hasil tangkapan dan persiapan operasi selanjutnya. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tampilan slide berikut:

sebelum nya install flash player untuk menjalankan file ini, dapat didownload pada: http://www.adobe.com/shockwave/download/download.cgi?1_Prod_Version=ShockwaveFlash
Artikel yang terkait :

Minggu, 06 Maret 2011

Perikanan Purse Seine

A. PENDAHULUAN

I. Definisi Purse Seine

Purse Seine disebut juga “pukat cincin” karena alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin untuk mana “tali cincin” atau “tali kerut” di lalukan di dalamnya. Fungsi cincin dan tali kerut / tali kolor ini penting terutama pada waktu pengoperasian jaring. Sebab dengan adanya tali kerut tersebut jaring yang tadinya tidak berkantong akan terbentuk pada tiap akhir penangkapan.

Prinsip menangkap ikan dengan purse seine adalah dengan melingkari suatu gerombolan ikan dengan jaring, setelah itu jaring bagian bawah dikerucutkan, dengan demikian ikan-ikan terkumpul di bagian kantong. Dengan kata lain dengan memperkecil ruang lingkup gerak ikan. Ikan-ikan tidak dapat melarikan diri dan akhirnya tertangkap. Fungsi mata jaring dan jaring adalah sebagai dinding penghadang, dan bukan sebagai pengerat ikan.

Di Jepang purse seine dapat dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1) One Boat Horse Sardine Purse Seine

2) Two Boat Sardine Purse Seine

3) One Boat Horse Mackerel and Mackerel Purse Seine

4) Two Boat Horse Mackerel and Mackerel Purse Seine

5) One Boat Skipjack and Tuna Purse Seine

6) Two Boat skipjack and Tuna Purse Seine

Dari keenam macam purse seine di atas no (2), (3), (5) merupakan purse seine yang banyak digunakan.

Dalam paper ini akan dibahas purse seine dengan menggunakan 1 kapal.

II. Sejarah Purse Seine

Purse seine, pertama kali diperkenalkan di pantai uatara Jawa oleh BPPL (LPPL) pada tahun 1970 dalam rangka kerjasama dengan pengusaha perikanan di Batang (Bpk. Djajuri) dan berhasil dengan baik. Kemudian diaplikasikan di Muncar (1973 / 1974) dan berkembang pesat sampai sekarang. Pada awal pengembangannya di Muncar sempat menimbulakan konflik sosial antara nelayan tradisional nelayan pengusaha yang menggunakan purse seine. Namun akhirnya dapat diterima juga. Purse seine ini memang potensial dan produktivitas hasil tangkapannya tinggi. Dalam perkembangannya terus mengalami penyempurnaan tidak hanya bentuk (kontruksi) tetapi juga bahan dan perahu / kapal yang digunakan untuk usaha perikanannya.

III. Prospektif Purse Seine

Pentingnya pukat cincin dalam rangka usaha penangkapan sudah tidak perlu diragukan untuk pukat cincin besar daerah penangkapannya sudah menjangkau tempat-tempat yang jauh yang kadang melakukan penangkapan mulai laut Jawa sampai selat Malaka dalam 1 trip penangkapan lamanya 30-40 hari diperlukan berkisar antara 23-40 orang. Untuk operasi penangkapannya biasanya menggunakan “rumpon”. Sasaran penangkapan terutama jenis-jenis ikan pelagik kecil (kembung, layang, selat, bentong, dan lain-lain).

Hasil tangkapan terutama lemuru, kembung, slengseng, cumi-cumi.

1. Karakteristik

Dengan menggunakan one boat sistem cara operasi menjadi lebih mudah. Pada operasi malam hari lebih mungkin menggunakan lampu untuk mengumpulkan ikan pada one boat sistem. Dengan one boat sistem memungkinkan pemakaian kapal lebih besar, dengan demikian area operasi menjadi lebih luas dan HP akan lebih besar, yang menyebabkan kecepatan melingkari gerombolan ikan juga akan lebih besar. Oleh sebab itu dapat dikatakan tipe one boat akan lebih ekonomis dan efisien jika kapal mekaniser, karena dengan menggunakan sistem mekaniser pekerjaan menarik jaring, mengangkat jaring, mengangkat ikan dll pekerjaan di dek menjadi lebih mudah.

5. Bahan dan Spesifikasinya

v Bagian jaring

Nama bagian jaring ini belum mantap tapi ada yang membagi 2 yaitu “bagian tengah” dan “jampang”. Namun yang jelas ia terdiri dari 3 bagian yaitu:

jaring utama, bahan nilon 210 D/9 #1”
jaring sayap, bahan dari nilon 210 D/6 #1”
jaring kantong, #3/4”

srampatan (selvedge), dipasang pada bagian pinggiran jaring yang fungsinya untuk memperkuat jaring pada waktu dioperasikan terutama pada waktu penarikan jaring. Bagian ini langsung dihubungkan dengan tali temali. Srampatan (selvedge) dipasang pada bagian atas, bawah, dan samping dengan bahan dan ukuran mata yang sama, yakni PE 380 (12, #1”). Sebanyak 20,25 dan 20 mata.

v Tali temali

tali pelampung.

Bahan PE Ø 10mm, panjang 420m.

tali ris atas.

Bahan PE Ø 6mm dan 8mm, panjang 420m.

tali ris bawah.

Bahan PE Ø 6mm dan 8mm, panjang 450m.

tali pemberat.

Bahan PE Ø 10mm, panjang 450m.

tali kolor bahan.

Bahan kuralon Ø 26mm, panjang 500m.

tali slambar

bahan PE Ø 27mm, panjang bagian kanan 38m dan kiri 15m

v Pelampung

Ada 2 pelampung dengan 2 bahan yang sama yakni synthetic rubber. Pelampung Y-50 dipasang dipinggir kiri dan kanan 600 buah dan pelampung Y-80 dipasang di tengah sebanyak 400 buah. Pelampung yang dipasang di bagian tengah lebih rapat dibanding dengan bagian pinggir.

v Pemberat

Terbuat dari timah hitam sebanyak 700 buah dipasang pada tali pemberat.

v Cincin

Terbuat dari besi dengan diameter lubang 11,5cm, digantungkan pada tali pemberat dengan seutas tali yang panjangnya 1m dengan jarak 3m setiap cincin. Kedalam cincin ini dilakukan tali kolor (purse line).

B. Hasil Tangkapan

Ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan dari purse seine adalah ikan-ikan yang “Pelagic Shoaling Species”, yang berarti ikan-ikan tersebut haruslah membentuk shoal (gerombolan), berada dekat dengan permukaan air (sea surface) dan sangatlah diharapkan pula agar densitas shoal itu tinggi, yang berarti jarak antara ikan dangan ikan lainnya haruslah sedekat mungkin. Dengan kata lain dapat juga dikatakan per satuan volume hendaklah jumlah individu ikan sebanyak mungkin. Hal ini dapat dipikirkan sehubungan dengan volume yang terbentuk oleh jaring (panjang dan lebar) yang dipergunakan.

Jenis ikan yang ditangkap dengan purse seine terutama di daerah Jawa dan sekitarnya adalah : Layang (Decapterus spp), bentang, kembung (Rastrehinger spp) lemuru (Sardinella spp), slengseng, cumi-cumi dll.

C. Daerah Penangkapan

Purse seine dapat digunakan dari fishing ground dengan kondisi sebagai berikut :

1) A spring layer of water temperature adalah areal permukaan dari laut

2) Jumlah ikan berlimpah dan bergerombol pada area permukaan air

3) Kondisi laut bagus

Purse seine banyak digunakan di pantai utara Jawa / Jakarta, cirebon, Juwana dan pantai Selatan (Cilacap, Prigi, dll).

D. Alat Bantu Penangkapan

I. Lampu

Fungsi lampu untuk penangkapan adalah untuk mengumpulkan kawanan ikan kemudian dilakukan operasi penangkapan dengan menggunakan berbagai alat tangkap, seperti purse seine.Jenis lampu yang digunakan bermacam-macam, seperti oncor (obor), petromaks, lampu listrik (penggunaannya masih sangat terbatas hanya untuk usaha penangkapan sebagian dari perikanan industri).

Ikan-ikan itu tertarik oleh cahaya lampu kiranya tidak terlalu dipermasalahkan sebab adalah sudah menjadi anggapan bahwa hampir semua organisme hidup termasuk ikan yang media hidupnya itu air terangsang (tertarik) oleh sinar / cahaya (phototaxis positif) dan karena itu mereka selalu berusaha mendekati asal / sumber cahaya dan berkumpul disekitarnya.

II. Rumpon

Rumpon merupakan suatu bangunan (benda) menyerupai pepohonan yang dipasang (ditanam) di suatu tempat ditengah laut. Pada prinsipnya rumpon terdiri dari empat komponen utama, yaitu : pelampung (float), tali panjang (rope) dan atraktor (pemikat) dan pemberat (sinkers / anchor).

Rumpon umumnya dipasang (ditanam) pada kedalaman 30-75 m. Setelah dipasang kedudukan rumpon ada yang diangkat-angkat, tetapi ada juga yang bersifat tetap tergantung pemberat yang digunakan.

Dalam praktek penggunaan rumpon yang mudah diangkat-angkat itu diatur sedemikian rupa setelah purse seine dilingkarkan, maka pada waktu menjelang akhir penangkapan, rumpon secara keseluruhan diangkat dari permukaan air dengan bantuan perahu penggerak (skoci, jukung, canoes)

Untuk rumpon tetap atau rumpon dengan ukuran besar, tidak perlu diangkat sehingga untuk memudahkan penangkapan dibuat rumpon mini yang disebut “pranggoan” (jatim) atau “leret” (Sumut, Sumtim). Pada waktu penangkapan mulai diatur begitu rupa, diusahakan agar ikan-ikan berkumpul disekitar rumpon dipindahkan atau distimulasikan ke rumpon mini. Caranya ada beberapa macam misalnya dengan menggiring dengan menggerak-gerakkan rumpon induk dari atas perahu melalui pelampung-pelampungnya. Cara lain yang ditempuh yaitu seakan-akan meniadakan rumpon induk untuk sementara waktu dengan cara menenggelamkan rumpon induk atau mengangkat separo dari rumpo yang diberi daun nyiur ke atas permukaan air. Terjadilah sekarang ikan-ikan yang semula berkumpul di sekitar rumpon pindah beralih ke rumpon mini dan disini dilakukan penangkapan.

Sementara itu bisa juga digunakan tanpa sama sekali mengubah kedudukan rumpon yaitu dengan cara mengikatkan tali slambar yang terdapat di salah satu kaki jaring pada pelampung rumpon, sedang ujung tali slambar lainnya ditarik melingkar di depan rumpon. Menjelang akhir penangkapan satu dua orang nelayan terjun kedalam air untuk mengusir ikan-ikan di sekitar rumpon masuk ke kantong jaring. Cara yang hampir serupa juga dapat dilakukan yaitu setelah jaring dilingkarkan di depan rumpon maka menjelang akhir penangkapan ikan-ikan di dekat rumpon di halau engan menggunakan galah dari satu sisi perahu.

E. Teknik Penangkapan (Sitting dan Moulting)

Pada umumnya jaring dipasang dari bagian belakang kapal (buritan) sungguhpun ada juga yang menggunakan samping kapal. Urutan operasi dapat digambarkan sebagai berikut :

a) Pertama-tama haruslah diketemukan gerombolan ikan terlebih dahulu. Ini dapat dilakukan berdasarkan pengalaman-pengalaman, seperti adanya perubahan warna permukaan air laut karena gerombolan ikan berenang dekat dengan permukaan air, ikan-ikan yang melompat di permukaan terlihat riak-riak kecil karena gerombolan ikan berenang dekat permukaan. Buih-buih di permukaan laut akibat udara-udara yang dikeluarkan ikan, burung-burung yang menukik dan menyambar-nyambar permukaan laut dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas biasanya terjadi pada dini hari sebelum matahari keluar atau senja hari setelah matahari terbenam disaat-saat mana gerombolan ikan-ikan teraktif untuk naik ke permukaan laut. Tetapi dewasa ini dengan adanya berbagai alat bantu (fish finder, dll) waktu operasipun tidak lagi terbatas pada dini hari atau senja hari, siang haripun jika gerombolan ikan diketemukan segera jaring dipasang.

b) Pada operasi malam hari, mengumpulkan / menaikkan ikan ke permukaan laut dilakukan dengan menggunakan cahaya. Biasanya dengan fish finder bisa diketahui depth dari gerombolan ikan, juga besar dan densitasnya. Setelah posisi ini tertentu barulah lampu dinyalakan (ligth intesity) yang digunakan berbeda-beda tergantung pada besarnya kapal, kapasitas sumber cahaya. Juga pada sifat phototxisnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan.

c) Setelah fishing shoal diketemukan perlu diketahui pula swimming direction, swimming speed, density ; hal-hal ini perlu dipertimbangkan lalu diperhitungkan pula arah, kekuatan, kecepatan angin, dan arus, sesudah hal-hal diatas diperhitungkan barulah jaring dipasang. Penentuan keputusan ini harus dengan cepat, mengingat bahwa ikan yang menjadi tujuan terus dalam keadaan bergerak, baik oleh kehendaknya sendiri maupun akibat dari bunyi-bunyi kapal, jaring yang dijatuhkan dan lain sebagainya. Tidak boleh luput pula dari perhitungan ialah keadaan dasar perairan, dengan dugaan bahwa ikan-ikan yang terkepung berusaha melarikan diri mencari tempat aman (pada umumnya tempat dengan depth yang lebih besar) yang dengan demikian arah perentangan jaring harus pula menghadang ikan-ikan yang terkepung dalam keadaan kemungkinan ikan-ikan tersebut melarikan diri ke depth lebih dalam. Dalam waktu melingkari gerombolan ikan kapal dijalankan cepat dengan tujuan supaya gerombolan ikan segera terkepung. Setelah selesai mulailah purse seine ditarik yang dengan demikian bagian bawah jaring akan tertutup. Melingkari gerombolan ikan dengan jaring adalah dengan tujuan supaya ikan-ikan jangan dapat melarikan diri dalam arah horisontal. Sedang dengan menarik purse line adalah untuk mencegah ikan-ikan supaya ikan-ikan jangan dapat melarikan diri ke bawah. Antara dua tepi jaring sering tidak dapat tertutup rapat, sehingga memungkinkan menjadi tempat ikan untuk melarikan diri. Untuk mencegah hal ini, dipakailah galah, memukul-mukul permukaan air dan lain sebagainya. Setelah purse line selesai ditarik, barulah float line serta tubuh jaring (wing) dan ikan-ikan yang terkumpul diserok / disedot ke atas kapal.

F. Hal-hal yang Mempengaruhi Keberhasilan Penangkapan

1. Kecerahan Perairan

Transparasi air penting diketahui untuk menentukan kekuatan atau banyak sedikit lampu. Jika kecerahan kecil berarti banyak zat-zat atau partikel-partikel yang menyebar di dalam air, maka sebagian besar pembiasan cahaya akan habis tertahan (diserap) oleh zat-zat tersebut, dan akhirnya tidak akan menarik perhatian atau memberi efek pada ikan yang ada yang letaknya agak berjauhan.

2. Adanya gelombang

Angin dan arus angin. Arus kuat dan gelombang besar jelas akan mempengaruhi kedudukan lampu. Justru adanya faktor-faktor tersebut yang akan merubah sinar-sinar yang semula lurus menjadi bengkok, sinar yang terang menjadi berubah-ubah dan akhirnya menimbulkan sinar yang menakutkan ikan (flickering light). Makin besar gelombang makin besar pula flickering lightnyadan makin besar hilangnya efisiensi sebagai daya penarik perhatian ikan-ikanmaupun biota lainnya menjadi lebih besar karena ketakutan. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan penggunaan lampu yang kontruksinya disempurnakan sedemikian rupa, misalnya dengan memberi reflektor dan kap (tudung) yang baik atau dengan menempatkan under water lamp.

3. Sinar Bulan

Pada waktu purnama sukar sekali untuk diadakan penangkapan dengan menggunakan lampu (ligth fishing) karena cahaya terbagi rata, sedang untuk penangkapan dengan lampu diperlukan keadaan gelap agar cahaya ;ampu terbias sempurna ke dalam air.

4. Musim

Untuk daerah tertentu bentuk teluk dapatmemberikan dampak positif untuk penangkapan yang menggunakan lampu, misalnya terhadap pengaruh gelombang besar, angin dan arus kuat. Penangkapan dengan lampu dapat dilakukan di daerah mana saja maupun setiap musim asalkan angin dan gelombang tidak begitu kuat.

5. Ikan dan Binatang Buas

Walaupun semua ikan pada prinsipnya tertarik oleh cahay lampu, namun umumnya lebih didominasi oleh ikan-ikan kecil. Jenis-jenis ikan besar (pemangsa) umumnya berada di lapisan yang lebih dalam sedang binatang-binatang lain seperti ular laut, lumba-lumba berada di tempat-tempat gelap mengelilingi kawanan-kawanan ikan-ikan kecil tersebut. Binatang-binatang tersebut sebentar-sebentar menyerbu (menyerang) ikan-ikan yang bekerumun di bawah lampu dan akhirnya mencerai beraikan kawanan ikan yang akan ditangkap.

6. Panjang dan Kedalaman Jaring

Untuk purse seine yang beroperasi dengan satu kapal digunakan jaring yang tidak terlalu panjang tetapi agak dalam karena gerombolan ikan di bawah lampu tidak bergerak terlalu menyebar . jaring harus cukup dalam untuk menangkap gerombolan ikan mulai permukaan sampai area yang cukup dalam di bawah lampu.

7. Kecepatan kapal pada waktu melingkari gerombolan ikan

Jika kapal dijalankan cepat maka gerombolan ikan dapat segera terkepung.

8. Kecepatan Menarik Purse Line

Purse line harus ditarik cepat agar ikan jangan sampai melarikan diri ke bawah.

DAFTAR PUSTAKA

Au. Ayodya. DASEN FAKULTAS PERIKANAN. Cetakan Pertama. Penerbit :

Yayasan Dewi Sri. IPB. Bogor.

Waluyo Subani dan H.R Barus.1989.ALAT PENANGKAPAN IKAN DAN

UDANG LAUT DI INDONESIA. Balai Penelitian Perikanan

Senin, 17 Januari 2011

pengaruh arus terhadap alat tangkap gill net


1.  PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Oseanografi merupakan  ilmu yang sangat berperan penting dalam berbagai bidang khususnya dalam bidang perikanan. Ilmu ini mempelajari keadaan perairan baik dari fisika, kimia dan biologi. Pada saat ini, ilmu oseanografi menjadi sangat penting untuk berbagai keperluan yang menunjang kebutuhan manusia. Dikarenakan lautan menyediakan banyak sumberdaya yang mahal harganya seperti, minyak, gelombang, ikan, arus, angin, serta organisme yang hidup di dalamnya.
Kegunaan mempelajari oseanografi adalah untuk mengetahui berbagai macam parameter di laut, diantaranya arus yaitu untuk mengetahui pola persebaran ruaya ikan, biota laut, gelombang untuk mengetahui keadaan topografi laut dengan melihat tipe-tipe gelombangnya, dan pasang surut untuk mengidentifikasikan keadaan posisi benda angkasa seperti matahari dan bulan. Parameter-parameter tersebut sangat menentukan bentuk dari pantai, sedimen, permukaan dasar laut, dan bagaimana habitat dari biota yang hidup di dalamnya.
Pada paper ini akan dibahas mengenai parameter fisika dari oseanografi yaitu arus. Seperti yang kita ketahui bahwa arus pada suatu perairan berbeda –beda baik kecepatannya maupun arahnya. Hal tersebut ternyata sangat mempengaruhi pemasangan alat tangkap di suatu perairan, seperti alat tangkap jaring insang. Selain itu, arus juga sangat berpengaruh terhadap pola penyebaran ikan. Dari hal tersebut diatas maka dapat diketahui bahwa parameter oseanografi sangat berpengaruh pada bidang ilmu penangkapan ikan.
1.2  Manfaat
Manfaat dari paper ini yaitu menginformasikan kepada para pembaca,  mengenai hubungan arus dan pemasangan alat tangkap jaring insang (gillnet) di suatu perairan.
2. PEMBAHASAN
2.1. Arus
Lautan merupakan media yang selalu bergerak, baik di permukaan maupun lapisan di bawahnya. Hal ini menyebabkan terjadinya sirkulasi air, bisa berskala kecil maupun yang berskala besar. Pergerakan massa air (arus) ini ada yang bersifat lokal dan ada yang mengalir melintas samudera. Arus merupakan gerakan air di permukaan laut terutama disebabkan oleh adanya angin yang bertiup di atasnya (Hutabarat dan Evans 2006).
Menurut Hutabarat dan Evans (2006), bentuk arus dapat dibagi menjadi tiga macam, diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Arus yang benar-benar mengelilingi daerah kutub selatan (Antartic Circumpolar Current) yang terdapat pada lintang 60º selatan.
  2. Aliran air di daerah ekuator yang mengalir dari arah barat ke timur, tetapi mereka dibatasi oleh arus-arus sejajar yang mengalir dari timur ke barat, baik di belahan bumi utara maupun di belahan bumi selatan.
  3. Daerah subtropikal ditandai oleh adanya arus-arus berputar yang dikenal sebagai gyre. Terdapat kecenderungan bahwa setiap sistem lautan utama dunia mempunyai satu gyre yang masing-masing terdapat di sebelah utara dan selatan ekuator. Aliran air pada gyre yang terdapat di belahan bumi utara mengalir searah jarum jam, sedangkan yang terdapat di belahan bumi selatan mengalir berlawanan dengan arah jarum jam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pergerakan arus diantaranya yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti perbedaan densitas air laut, gradien tekanan mendatar dan gesekan lapisan air. Sementara faktor eksternal diantaranya angin, gravitasi, perbadaan tekanan udara, gaya tektonik, serta gaya tarik matahari dan bulan yang disebabkan oleh tekanan dasar laut (Hutabarat dan Evans, 2006).
Menurut Davis (1991) arus terbagi kedalam tiga kelompok. Pertama arus yang disebabkan oleh perbedaan densitas air laut. Arus ini disebabkan oleh air yang memiliki densitas yang lebih kecil atau lebih ringan. Arus jenis ini biasanya membawa air dari suatu tempat ke tempat lain. Kedua, arus yang ditimbulkan oleh adanya angin yang berhembus di permukaan laut biasanya arus jenis ini membawa air ke jurusan yang sama selama satu musim tertentu. Ketiga, arus yang disebabkan oleh pasang surut air laut. Arus ini mengalirnya bolak-balik dari dan ke pantai dan berputar. Arus ini juga dipengaruhi oleh gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi dan datangnya periodik sehingga mudah diramalkan.
Sverdrup et al  (1972) dalam Anonim (2008)  membagi arus  laut ke dalam  tiga golongan besar, yaitu: 1). Arus yang disebabkan oleh perbedaan sebaran densitas di  laut. Arus ini disebabkan oleh air yang berdensitas lebih berat akan mengalir ke tempat air yang  berdensitas  kecil  atau  lebih  ringan. Arus  jenis  ini  biasanya memindahkan sejumlah besar massa air ke  tempat  lain; 2). Arus yang ditimbulkan oleh angin yang berhembus di permukaan laut. Arus jenis ini biasanya membawa air kesatu jurusan  dengan  arah  yang  sama  selama  satu  musim  tertentu;  3).  Arus  yang disebabkan  oleh  air  pasang. Arus  jenis  ini mengalirnya  bolak-balik  dari  dan  ke pantai atau berputar.
Gerakan massa air dalam sangat berbeda dengan massa air permukaan. Massa  air  dalam  terisolasi  dari  angin,  oleh  karena  itu  gerakannya  tidaklah bergantung  pada  angin.  Tetapi  gerakan  massa  air  dalam  sebenarnya  terjadi karena  perubahan  gerakan  air  permukaan.  Di  daerah  tertentu  dan  dalam keadaan  tertentu  pula,  gerakan  lateral  air  yang  disebabkan  oleh  angin  juga mengakibatkan air mengalami suatu sirkulasi vertikal atau gerakan ke atas atau yang biasa kita kenal dengan upwelling (Nybakken, 1992 dalam Anonim, 2008).
2. Jaring Insang (Gillnet)
Gill net sering diterjemahkan dengan “jaring insang”, “jaring rahang”, “jaring” dan lain-lain. Istilah gill net didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap ”gill net” terjerat disekitar operculumnya pada mata jaring. Dalam bahasa jepang, gill net disebut dengan istilah ”sasi ami”, yang berdasarkan pemikiran bahwa tertangkapnya ikan-ikan pada gill net, ialah dengan proses dengan proses bahwa ikan-ikan tersebut ”menusukkan diri-sasu” pada ”jaring-ami”. Di Indonesia, penamaan gill net ini beraneka ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring koro, jaring udang, dan sebagainya), ada pula yang disertai dengan nama tempat (jaring udang Bayeman), dan sebagainya (Ayodhyoa, 1981).
Pada umumnya, yang disebutkan dengan gill net ialah jaring yang berbentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya.
Jaring insang yang dioperasikan pada perairan dangkal untuk menangkap ikan pelagis seperti ikan kembung, ikan tongkol, ikan tenggiri dan ikan cakalang, sedangkan pada perairan yang lebih dalam untuk menangkap ikan demersal yang dioperasikan di atas dasar laut (Hadian, 2005). Menurut Nomura dan Yamazaki (1987) vide Walus (2001), umunya jaring insang dioperasikan dalam rangkaian yang panjang hingga mencapai 3.000 – 4.000 meter, kadangkala dioperasikan secara terhanyut bersama – sama kapalnya atau ditetapkan kedudukannya dengan bantuan jangkar membentang sepanjang dasar perairan maupun pada kedalaman tertentu.
Menurut Martasuganda (2002), jaring insang dapat diklasifikasikan berdasarkan metode pengoperasiannya menjadi lima jenis, yaitu (1) jaring insang tetap (fixed gillnet atau set gillnet), (2) jaring insang hanyut (drift gillnet), (3) jaring insang lingkar (encircling gillnet), (4) jaring insang giring (frightening gillnet atau drive gillnet), (5) jaring insang sapu (rowed gillnet). Menurut Ayodhyoa (1979) vide Walus (2001), berdasarkan lapisan jaring yang membentuk dinding jaring dibedakan menjadi jaring insang berdinding tunggal dan berdinding tiga (trammel net), sedangkan berdasarkan lapisan kedalaman air tempat dioperasikannya alat ini dapat dibedakan menjadi jaring insang permukaan (surface gillnet), jaring insang lapisan air tengah (midwater gillnet), dan jaring insang dasar (bottom gillnet).
Sedangkan, menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia (2005), jaring insang dibedakan menjadi:
  • Jaring insang hanyut (Drift Gillnet), dimana jaring ini dipasang dengan cara terbentang dan dihanyutkan untuk menghadap sekumpulan ikan.
  • Jaring insang lingkar (Encircling Gillnet), dimana jaring ini dipasang melingkari sekumpulan ikan dan saat ikan bergerak ke segala arah maka akan terjerat pada jaring.
  • Jaring insang tetap (Set Gillnet), dimana jaring insang ini umumnya dipasang dengan menggunakan pemberat atau diikatkan pada sesuatu hingga tidak hanyut terbawa arus.
  • Jaring klitik (Shrimp EntanglingGillnet), dimana jaring insang ini pada umumnya dipasang pada daerah dasar perairan umumnya menangkap ikan demersal dan udang.
  • Jaring tiga lapis (Trammel Net), dimana jaring insang yang terdiri dari beberapa lapisan jaring agar ikan yang terjerat tidak mudah lepas kembali.
Agar ikan-ikan mudah terjerat (gill net) pada mata jaring dan dapat terbelit-belit (entangled) pada tubuh jaring, maka baik material yang dipergunakan ataupun pada waktu pembuatan jaring hendaklah diperhatikan hal-hal antara lain seperti berikut (Nomura, 1978; Ayodhyoa, 1981)
  • Kekuatan dari Twine (Rigidity of Netting Twine)
Twine yang dipergunakan hendaklah lembut tidak kaku, pliancy, suppeleness. Dengan demikian, twine yang digunakan adalah cotton, hennep, linen, amylan, nilon, kremona, dan lain-lain, dimana twine ini mempunyai fibres yang lembut. Bahan-bahan dari manila hennep, sisal, jerami, dan lainnya yang fibresnya keras tidak digunakan.
Untuk mendapatkan twine yang lembut, ditempuh dengan cara memperkecil diameter twine atau jumlah pilin persatuan panjang dikurangi, atau bahan-bahan celup pemberi warna ditiadakan.
  • Ketegangan Rentangan Tubuh Jaring
Yang dimaksud dengan keterangan rentangan disini ialah rentangan ke arah panjang jaring. Jaring mungkin direntangkan dengan tegang sekali, tetapi mungkin pula tidak terlalu tegang. Ketegangan rentangan ini, akan mengakibatkan terjadinya tension bail pada float line ataupun pada tubuh jaring, dan sedikit banyak berhubungan pula dengan jumlah tangkapan yang akan diperoleh.
Ketegangan rentangan tubuh jaring akan ditentukan terutama oleh bouyancy dari float, berat tubuh jaring, tali temali, sinking force dari sinker, dan juga shortening yang digunakan.
  • Shortening atau Shrinkage
Supaya ikan-ikan mudah terjerat (gilled) ataupun terbelit-belit pada mata jaring dan supaya ikan-ikan tersebut tidak mudah terlepas dari mata jaring, maka pada jaring perlulah diberikan shortening yang cukup. Yang dimaksudkan shortening atau shrinkage adalah pengerutan, yaitu beda panjang tubuh jaring dalam keadaan tegang sempurna dengan panjang jaring setelah diletakkan pada float line ataupun sinker line, disebutkan dalam persen.
  • Tinggi Jaring
Yang dimaksud dengan tinggi jaring ialah jarak antara float line ke sinker line pada saat jaring tersebut terpasang di perairan. Untuk jaring insang tetap, akibat resistence terhadap arus akan meyebabkan perubahan bentuk jaring, pertambahan lebar jaring (mesh depth) akan juga berarti pertambahan resistance terhadap arus. Biasanya lebar jaring insang tetap tidak melebihi dari sekitar 7 meter.
  • Mesh Size dan Besar Ikan
Antara mesh size dari gill net dan besar ikan yang terjerat (gilled) terdapat hubungan yang erat sekali. Dari percobaan-percobaan terdapat kecenderungan bahwa sesuatu mesh size mempunyai sifat untuk menjerat ikan hanya pada ikan-ikan yang besarnya tertentu batas-batasnya. Dengan perkataan lain, gill net akan besifat selektif terhadap besar ukuran catch yang diperolehnya.
  • Warna Jaring
Warna jaring dalam air akan dipengaruhi oleh faktor-faktor kedalaman dari perairan, transparancy, sinar matahari, sinar bulan, dan faktor lainnya. Sesuatu warna akan mempunyai perbedaan derajat terlihat oleh ikan-ikan yang berbeda-beda. Demikian pula hendaklah warna jaring sama dengan warna air diperairan tersebut, juga warna jaring jangan membuat yang sangat kontras, baik terhadap warna air juga terhadap warna dari dasar perairan tersebut.
Cara tertangkapnya ikan pada kedua jenis jaring ini, selain terjerat pada bagian belakang operculum atau terjerat di antara operculum dan bagian tinggi maksimum pada mata jaring bagian dalam, juga tertangkap secara terpuntal. Selain itu, ikan yang tertangkap dapat terjerat juga terpuntal pada jaring (Hadian, 2005).
Menurut Baranov (1999) vide Tibrizi (2003) menyatakan bahwa mekanisme tertangkapnya ikan dibedakan dalam tiga cara, yaitu:
  1. Gilled : Ikan terjerat mata jaring pada bagian operculum.
  2. Wedged : Ikan terjerat mata jaring pada bagian keliling tubuhnya.
  3. Tangled : Ikan terpuntal di jaring pada bagian gigi, maxillaria, sirip, apendik atau bagian tubuh ikan lainnya.
Secara umum pengoperasian gillnet dilakukan secara pasif, tetapi ada juga yang dilakukan secara semi aktif pada siang hari. Pengoperasian gillnet secara pasif umumnya dilakukan pada malam hari, dengan atau tanpa alat bantu cahaya. Kemudian gillnet dipasang di perairan yang diperkirakan akan dilewati ikan atau hewan lainnya dan dibiarkan beberapa lama sampai ikan menabrak dan terjerat memasuki mata jaring. Lama waktu pemasangan gillnet disesuaikan dengan target tangkapan atau menurut kebiasaan nelayan yang mengoperasikan (Martasuganda, 2005).
Metode pengoperasian alat tangkap gillnet pada umunya terdiri atas beberapa tahap, yaitu (Miranti, 2007):
  • Persiapan Alat
Sebelum operasi dimulai semua peralatan dan perbekalan harus dipersiapkan dengan teliti. Jaring harus disusun di atas kapal dengan memisahkan antara pemberat dan pelampung supaya mudah menurunkannya dan tidak kusut. Penyusunan gillnet diatas kapal penangkapan ikan disesuaikan dengan susunan peralatan di atas kapal atau tipe kapal yang dipergunakan. Sehingga dengan demikian gill net dapat disusun di atas kapal pada :
  1. buritan kapal
  2. samping kiri kapal
  3. samping kanan kapal
  • Waktu Penangkapan
Penangkapan ikan denan menggunakan alat tangkap gill net umumnya dilakukan pada waktu malam hari terutama pada saat gelap bulan. Dalam satu malam bila bulan elap penuh operasi penangkapan aatau penurunan alat dapat dilakukan sampai dua kali karena dalam sekali penurunan alat, gill net didiamkan terpasang dalam perairan sampai kira-kira selam 3-5 jam.
  • Daerah Penangkapan (Fishing Ground)
Setelah semua peralatan tersusun rapi maka kapal dapat dilayarkan menuju ke daerah penangkapan (fishing ground). Syarat-syarat daerah penangkapan yang baik untuk penangkapan ikan dengan menggunakan gill net adalah :
  1. bukan daerah alur pelayaran umum dan
  2. arus arahnya beraturan dan paling kuat sekitar 4 knots
  3. dasar perairan tidak berkarang
  • Penurunan Alat
Bila kapal telah sampai di daerah penangkapan, maka persiapan alat dimulai, yaitu :
  1. posisi kapal ditempatkan sedemikian rupa agar arah angin datangnya dari tempat penurunan alat
  2. setelah kedudukan/ posisi kapal sesuai dengan yang dikehendaki, jaring dapat diturunkan. Penurunan jaring dimulai dari penurunan jangkar, pelampung tanda ujung jaring atau lampu, kemudian tali slambar depan, lalu jaring, tali slambar pada ujung akhir jaring atau tali slambar belakang, dan terakhir pelampung tanda.
  3. pada saat penurunan jaring, yang harus diperhatikan adalah arah arus laut. Karena kedudukan jaring yang paling baik adalah memotong arus antara 450-900
  • Penaikan Alat dan Pengambilan Ikan
Setelah jaring dibiarkan di dalam perairan sekitar 3-5 jam, jaring dapat diangkat (dinaikkan) ke atas kapal untuk diambil ikannya. Bila hasil penangkapan baik, jaring dapat didiamkan selama kira-kira 3 jam sedangkan bila hasil penangkapan sangat kurang jaring dapat lebih lama didiamkan di dalam perairan yaitu sekitar 5 jam. Bila lebih lama dari 5 jam akan mengakibatkan ikan-ikan yang tertangkap sudah mulai membusuk atau kadang-kadang dimakan oleh ikan lain yang lebih besar.
Urutan pengangkatan alat ini adalah merupakan kebalikan dari urutan penurunan alat yaitu dimulai dari pelampung tanda, tali selambar belakang, baru jaring, tali selambar muka dan terakhir pelampung tanda.
Apabila ada ikan yang tertangkap, lepaskan ikan tersebut dari jaring dengan hati-hati agar ikan tidak sampai terluka. Untuk hal tersebut bila perlu dengan cara memotong satu atau dua kaki (bar) pada mata jaring agar ikan dilepas tidak sampai luka/ rusak.
Ikan-ikan yang sudah terlepas dari jaring segera dicuci dengan air laut yang bersih dan langsung dapat disimpan ke dalam palka, dengan dicampur peahan es atau garam secukupnya agar iakn tidak lekas membusuk.
3.  Hubungan Arus terhadap Pemasangan Jaring Insang (Gillnet)
Arah arus sangat berpengaruh pada posisi pemasangan jaring insang (gillnet). Pada posisi pemasangan jaring insang (gillnet) tegak lurus arus maka mata jaring dari jaring insang (gillnet) akan terbuka dengan sempurna sehingga ikan akan menabrak jaring dan tertangkap dengan cara terjerat (gilled) dan atau terbelit (entangled). Sedangkan pada posisi pemasangan jaring insang (gillnet) searah arus maka mata jaring dari jaring insang (gillnet)  tidak akan terbuka dengan sempurna  sehingga ada kemungkinan ikan hanya tertabrak jaring tetapi tidak terjerat atau tertangkap. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunarso (1985) yang mengemukakan bahwa prinsip penangkapan jaring insang adalah menghadang gerak ruaya atau gerombolan ikan pada kedalaman tertentu, dan keberhasilan operasi penangkapan jaring insang ditentukan oleh kesempurnaan terbukanya mata jaring karena kecenderungan arah renang ikan yaitu berlawanan atau mengikuti arah arus sehingga ikan tertangkap.
Terbukanya mata jaring pada jaring insang (gillnet) secara sempurna berpengaruh kepada hasil tangkapan dari jaring insang (gillnet) tersebut. Semakin sempurna mata jaring terbuka di dalam perairan maka akan semakin banyak ikan yang tertangkap atau terjerat oleh jaring. Hal ini sesuai dengan pendapat Nomura dan Yamazaki (1977) vide Wijanarko (1994), yang menyatakan bahwa agar penangkapan lebih efektif maka pemasangan jaring diupayakan untuk menghadang/tegak lurus arah arus. Arah arus sangat menentukan posisi jaring dalam air. Arus menimbulkan adanya resistansi pada jaring sehingga jaring terbentang dan mata jaring terbuka lebar.
Selain arah arus, posisi pemasangan jaring insang (gillnet) juga sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus. Terdapat ikan yang berenang mengikuti kecepatan arus, namun terdapat juga ikan yang berenang tidak mengikuti kecepatan arus. Hal inilah yang harus diperhatikan sebelum menentukan posisi pemasangan jaring insang (gillnet). Menurut Harden (1963) vide Wijanarko (1994),  jika jaring dan ikan hanyut dengan kecepatan yang sama tentunya akan kecil sekali kemungkinan akan tertangkap atau terjerat pada jaring, dan jika jaring hanyut secara lambat bersama arus maka ikan – ikan harus efektif berenang menentang maupun searah arus, sehingga pada saat demikian baru ada kemungkinan ikan dapat tertangkap. Jika ternyata ikan hanyut bersama arus, maka posisi jaring insang harus terentang menghadang/tegak lurus arah arus sehingga ikan dapat tertangkap.
Arus tidak hanya berpengaruh terhadap pemasangan jaring insang saja. Arus juga ternyata berpengaruh tergadap pola penyebaran ikan. Seperti yang telah dijelaskan sedikit diatas, arus berpengaruh terhadap pola renang ikan sehingga dengan mengetahui tingkah laku renang ikan maka dapat diketahui daerah – daerah mana saja yang terdapat banyak ikannya. Selain itu, arus membawa telur – telur dan anak – anak ikan dari spawning ground ke nursery ground dan dari nusery ground ke feeding ground. Hal ini dapat menjadi acuan untuk menentukan daerah penangkapan ikan yang baik karena dengan terbawanya telur – telur dan anak – anak ikan ke feeding ground oleh arus maka secara tidak langsung maupun langsung akan merangsang ikan – ikan dewasa berkumpul di feeding ground untuk mencari makan. Arus juga dapat membawa atau memindahkan nutrien – nutrien yang terdapat pada suatu perairan sehingga ikan – ikan akan berkumpul di daerah perairan yang banyak terdapat nutriennya untuk mencari makan.
4.  KESIMPULAN
Arus sangat erat kaitannya dalam bidang ilmu penangkapan ikan, terutama pada pemasangan alat tangkap jaring insang (gillnet). Arah arus dan kecepatan arus pada suatu perairan sangat menentukan posisi pemasangan jaring insang. Arus juga sangat berpengaruh pada bukaan mata jaring pada jaring insang (gillnet) ketika berada di perairan arus berpengaruh pula pada banyaknya ikan yang dapat ditangkap pada suatu perairan dengan menggunakan jaring insang (gillnet). Selain itu, arus juga sangat berperan dalam menentukan pola penyebaran ikan. Oleh karena itu, perlu diketahui terlebih dahulu kecepatan dan arah arus jika ingin memasang jaring insang pada suatu perairan agar hasil tangkapan yang dihasilkan lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, N. 2003. Hubungan Suhu Permukaan Laut terhadap Pola Musim Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Ayodhyoa, AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
[DKP]. 2005. Deskripsi Kategori Alat Tangkap Jaring Insang. http://www.pipp. dkp.go.id/pipp2/kapalapi_index.html?idkat_api=4. [1 Januari 2009].
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan Taktik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Hadian. 2005. Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang Hanyut dengan Ukuran Mata Jaring 2 Inci di Teluk Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
King, M. 1995. Fisheries Biologi, Ascesment and Management. Faculty of Fisheries and Marine Environment. Australian Maritim College. Page 71 – 112.
Martasuganda, S. 2002. Jaring Insang (Gillnet). Bogor: Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Martasuganda, S. 2005. Jaring Insang (Gillnet). Serial Teknologi Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkungan: Edisi Baru. Bogor: Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Miranti. 2007. Perikanan Gillnet di Palabuhanratu: Kajian Teknis dan Tingkat Kesejahteraan Nelayan Pemilik. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
[PUSTEKKOM]. 2005. Gerakan Air Laut dan Kualitas Air Laut. http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=99&fname=geox0810.htm. [1 Januari 2009].
Setyawan, WB. 2008. Arus Laut. http://namce8081.wordpress.com/2008/09/21/ arus-laut/. [19 Oktober 2008].
Subani dan Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia. Jurnal Perikanan Laut. Nomor: 50 Tahun 1988/1989. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 248 hal.
Tibrizi, A. 2003. Selektivitas Ukuran dan Mekanisme Pelolosan Udang Windu (Peneus monodon) Hasil Tangkapan Trammel Net Uji Coba di Tambak. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Walus, S. 2001. Studi Selektivitas Jaring Insang Hanyut terhadap Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Pelabuhan Ratu. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Wijanarko, B. 1994. Studi tentang Pengaruh Suhu Permukaan dan Arah Arus pada Penangkapan Ikan Terbang (Cypsilirus spp.) dengan Jaring Insang Hanyut di Perairan Taliabu Barat, Maluku Utara. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Jumat, 14 Januari 2011

literatur iktiologi, oleh edy purnomo psp 2008 faperika unri

LITERATUR IKAN

oleh : edy purnomo psp 2008, unri

IKTIOLOGI berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu “Ichthyes” yang artinya
ikan dan “Logos” artinya ilmu. Dengan demikian Ikhtiology adalah suatui
ilmu pengetahuan yang mempelajari ikan dengan segala aspek kehidupannya
(Buku Diktat Ikhtiology, 1989)
Ikan Sebelah
Ikan Sebelah (Psettodes erumeri) memiliki klasifikasi yaitu: Ordo: Heterosomata, Famili: Psettodidae, Genus: Psettodes, Spesies: Psettodes erumeri. Ikan
sebelah merupakan ikan yang tergolong ke dalam kelompok ikan yang
memiliki tubuh non bilateral simetris, karena apabila tubuh ikan ini
dibelah dua secara membujur, maka belahan sebelah kanan tidak
mencerminkan bagian yang sebelah kiri. Ikan ini memiliki bentuk tubuh
pipih mendatar.memiliki rahang dan susunan gigi pada kedua belah pihak
dari tubuhnya hampir sama. Ikan-ikan ini di iIndonesia tidak begitu
ekonomis disebabkan tubuhnya tidak begitu besar dan jumlahnya tidak
banyak (Djuhanda, 1981).
Djuhanda(1981), menyatakanikan
sebelah adalah ikan yang tergolong ikan non bilateral simetris, karena
apbila ikan tersebut dibelah secara membujur/ memanjang mulai dari
ujung tengah mulut sampai kepangkal ekor tidak menghasilkan kedua
bagian yang serupa.ikan ini mempunyai rahang dan susunan gigi pada
kedua bibir hanpir sama. ikan ini kurang di minati oleh pembeli, dan
sedikit susah mendapatkannya dipasaran.
Djuhanda
(1984), menyatakan ikan sebelah rahang dan susunan gigi pada kedua
belah pihak dari tubuh hampir serupa. Jenis-jenis ikan ini di Indonesia tidak begitu penting dalam ekonomi, disebabkan tubuhnya tidak begitu
besar dan jumlahnya pun tidak banyak. Lain lagi dengan di Eropa, ikan
sebelah dari laut utara, adalah yang panjangnya dua meter. Ikan sebelah
di Indonesia yang besarnya cukup lumayan misalnya psettodes eumei yang disebut ikan langkau, panjangnya dapat mencapai 50 cm, tetapi terdapat jarang sekali. Di luar Indonesia ikan langkau terdapat juga di Jepang, Madagaskar dan pantai Timur
Afrika. Yang lainnya ukuran tubuhnmya kecil-kecil, antara 10-20 cm dan
didapatkannya tidak begitu banyak.
Axelrod et al.(1987) mengatakan ikan Bawal (Stromateus Sp) merupakan ikan karnivora, panjang tubuh maksimum 40 cm, hidup pada perairan optimum dan Ph optimum 5,8 .
Ikan Bawal
Ikan Bawal (Stromateus Sp) ikan tergolong stromatidea yang berkerabat dengan Carangidae. Bentuk
badan pipih dengan badan yang panjang sehigga hampir menyerupai bentuk
belah ketupat . Ikan Bawal ini merupakan herbivora yang cendrung
bersifatomnivora, selain suka melalap tumbuhan ia juga suka memakan udang ataupun ikan-ikan kecil dan hewan lainnya (Tatang, 1981)
Ikan Bawal hitam (Stromateus niger) ciri-ciri marfologinya adalah badan sangat besar dan gepeng seperti
belah ketupat. Sirip ekor bercagak kuat dengan lembaran lebuh panjang D
VII-VIII : 28-30, A III : 28-30. Termasuk pemakan plankton, hidupnya
didasar perairan yang berlumpur sampai kedalaman 100 meter, umumnya
dimuara-muara sungai besar. Warnanya abu-abu keunguan bagian atas,
putih perak bagian bawah. Siripnya agak gelap. Perbedaanya dengan bawal
hitam selain sirip dubur yang lebih panjang. Ikan ini termasuk ikan
ekonomis yang banyak dijual dipasar-pasar(Saanin, 1984).
Ikan Gabus
Menurut Kotelat et al (1993) Ikan gabus mempunyai klasifikasi sebagai berikut: Kelas: Pisces, Ordo: Channadei, Family: Channidae, Genus: Channa, Spesies: Channa striata.
Weber Dan Beaufort (1992), sertaSaanin (1984)Mengklasifikasikan Ikan Gabus (Channa striata)
dalam kelas Osteichthyes, ordo Labirinthici, Sub Ordo Ophiochepaloide,
famili Ophiocephilidae, dan genus Ophiochepalus serta spesies Ophiochepalus striatus.
Ikan
Gabus termasuk kedalam kingdom animalia, Phylum Chordata, Kelas pisces,
Ordo Ophiochephaloidae, Famili Ophicepholidae, Genus Channa dan Spesies Channa striata (Saanin, 1968).
Djuhanda (1981),mendeskripsikan Ikan Gabus ( Channa striata)
memiliki bentuk tubuh hampir bulat panjang, makin kebelakang makin
menjadi gepeng. Punggungnya cembung, perutnya rata, sirip punggung
lebih panjang dari sirip dubur, sirip yang pertama disokong oleh 38-45
jari-jari lunak, sirip yang disebut belakangan disokong oleh 23-27
jari-jari sirip dada lebar dengan ujung membulat disokong oleh 15-17
jari-jari lunak. Gurat sisi ada 52-57 keping, panjang tubuhnya dapat
mencapai 100 cm.
Kottelat et al (1993), Menyebutkan bahwa ikan gabus mempunayai warna gelap danseluruh tubuhnya ditutupi dengan sisik. Di bagian dadanya kulit tubuhnya berwarna putih.
Ikan Merah
SAANIN (1984)mengklasifikasikan ikan merah ke dalam Ordo Acantopterygii, famili lutianidae, Genus Lutianus, dan spesies Lutianus erypthopterus. Dan ikan merah (Lutianus erythropterus) berhabitat di air tawar.
Daerah penyebaran Ikan Merah (Lutianus erythropterus) ialah di perairan pantai seluruh Indonesia, meluas ke utara sampai TI. Benggala, TI. Siam, sepanjang pantai, laut cina selatan, ke selatan sampai perairan tropis Australia. Perikanan dan aspek ekonomi ikan merah (Lutianus erythroterus) tergolong ikan demersial (dasar). Penangkapan dengan pancing, trawl
dasar, bubu. Dipasarkan dalam bentuk segar, asin-kering. Harga sedang (SARDJONO, 1979).
Ikan Sepat Rawa
Ikan
Sepat Rawa merupakan kelompok ikan yang mempunyai pernafasan tambahan
berupa tulang tipis yang berlekuk-lekuk eperti buangan karang yang
disebut Labirin dengan menggunakan dan mengambil oksigen langsung dari
udara. Sebagian
dapat membangun karang berbusa yang berguna untuk menyimpan telurnya di
dalam mulut. Warna tubuh ikan ini dipengaruhi oleh jenis kelamin
reproduksi dan umurnya. Sirip punggung lebih kecil dari pada sirip
dubur, mempunyai 6-8 jari-jari keras dan 8-10 jari-jari lunak. Sirip
duburnya mempunayi 10-12 jari-jari keras 33-38 jari-jari lunak. Sirip
perut memiliki 1 jari-jari keras dan 3-4 jari-jari lunak, satu
diantaranya menjadi alat peraba yang panjang seperti ijuk. Sirip dada
mempunyai 9-10 jari-jari lunak. Terkadang pada bagian sirip punggung
dan sirip ekor yang lunak ada bulatan hitam. (Djuhanda, 1981).
Ikan Kapas-kapas
Rahardjo
(1980) mengatakan bahwa secara taksonomi ikan kapas-kapas
diklasifikasikan kedalam ordo Percomorphi, famili Gerreidae, genus
Geres, spesies Geres punctatus
Saanin (1984) mengungkapkan klasifikasi ikan kapas-kapas dengan ordo Percomorphi, familli Leiognathidae, genus Geres dan Species Geres punctatus.
Kemudian Hasibuan (1998) juga menyatakan ikan kapas-kapas merupakan
kelompok ikan yang memiliki ukuean tubuh yang relatif kecil, bentuk
tubuh pipih dan kepala meruncing, dengan mulut yang agak runcing kedepan.
Ikan Ompok
Ikan Ompok (Ompok hypopthalmus) merupakan ikan air tawar yang tergolong kedalam Famili Siluridae. Jenis-jenis
ikan ini sudah dikenali sebagian masyakat yang berada dikawsan Sunda
plat. Akan tetapi nama yang diberikan kepada ikan selai sangat
berfariasi dengan asal dimana jemnis-jenis Ikan Ompok ini di dapat
(Pulungan, 1985).
Ikan Ompok (Ompok hypopthalmus)mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut bentuk penampang punggung agak cembung dengan
bentuk pipih memanjang dibedakan dari semua jenis, Ompok hypopthalmuskepalanya pnjang 4,6-5,3 kali lebih pendek dari panjang
standar,sungut-sungutnya memendek , kira-kira sampai setengah atau
sepanjang diameter mata,sirip dada jauh lebih pendek dari peda kepala,
rahang bawah meruncing melampaui rahang atas, ketika mulut ditutupi
sirip punggung tidak terdapat (Weber dan Debeaufort, 1916; Saanin,
1984; Kottelatet al, 1993).
Ikan
Ompok danau merupakan salah satu jenis ikan selais yang ada di Riau dan
termasuk jenis ikan air tawar yang hidup di sungai, anak sungai dan
danau (oxbow lake) yang terdapat disekitar aliran sungai utama di
daerah Riau (Pulungan et al, 1985).
Ikan Pantau
IkanPantau (Rasbora borneesis) adalah ikan pelagik yang terdapat di sungai-sungai (air tawar).
Mulutnya terminal, mempunyai tutup insang , berwarna kuning
keemasan,liniea literalis sempurna, mempunyai sirip punggung, sirip
dada, sirip perut, sirip anus, dan sirip ekor. Sirip ekor berbentuk
cagak, sirip punggung dan sirip anus tidak bersatu hubungan sirip dada
dan sirip perut abdominal,sisik berbentuk cycloid, tidak berbahaya (Saanin, 1968).
Menurut Saanin (1995)mengklasifikaikan
ikan sardin berdasarkan sistem bleeker yatu:phylum chordata, kelas
piscas, sub kelas teleostei, ordo percomorfes, sub ordo combroidea,
famili serranidae, genus Sardinella, spesies Sardinella sirin.
Ikan Sardin
Ikan Sardin (Sardinella sirin).
Merupakan ikan yang tergolong pada keluarga Stromidae yang berkerabat
dengan keluarga Carangidae, bentuk badan panah dengan badan yang
rendah. Merupakan ikan herbivora yang cenderung bersifat omnivora,
selain suka melahap tumbuhan air, ia juga suka memakan udang atau
ikan-ikan kecil dan hewan-hewan air lainnya. (Djuhanda, 1981).
Ikan
Sardin memiliki bentuk mulut non protaktil dengan ukuran sedang ,
Posisi sudut mulut satu garis lurus dengan sisi bawah bola mata, tubuh
berbentuk torpedo, sirip punggung berbentuk sempurna dan terletak
dipertengahan dengan permulaan dasar didepan sirip perut, sirip dada
dibawah linea lateralis, sirip perut sub abdominal, sirip ekor
berbentuk bulan sabit (Saanin, 1986).
Ikan Patin
Ikan patin (Pangasius pangasius)
merupakan ikan liar tawar yang potensial di dosmestikasi yang cukup di
kenal masyarakat (Cahyono, 2000). Kottelat et al (1993), menyebutkan
bahwa ikan patinmempunyai warna gelap dan tidak bersisik.
Ikan
adalah bahan pangan yang mudah sekali rusak dan busuk, terutama dalam
keadaan segar ikan cepat sekali mengalami biokimia sehingga mutunya
akan berkurang (Hadiwiyoto, 1993).
Ikan Barau
Klasifikasi dari ikan barau yaitu ordo Cypriniformes, famili Cyprinidae, genusHampala dan spesiesHampala macrolepidota. Ciri-ciri
ikan barau yaitu bentuk tubuh bilateral simetris, mempunyai satu pasang
sungut. Warna tubuh keperak-perakan, punggungnya berwarna gelap,
mempunyai bercak hitam diantara sirip punggung. (Kotelat et al, 1993).
Ikan Tongkol
Ikan
Tongkol yang merupakan ikan pelagis dan perenang cepat ini mempunyai
kepala simetris, bentuk tubuhnya seperti cerutu, dan memiliki kulit
yang licin. Sisiknya dari jenis sikloid. Sirip punggung ada dua yang
letaknya berdekatan. Gurat sisi berjalan di sebelah atas daripada sirip
dada. Sirip dada melengkung, ujungnya tirus dan pangkalnya lebar. Sirip
ekor bercagak dua dengan kedua ujungnya yang panjang, dan pangkalnya
bulat kecil. Sirip-sirip punggung, dubur, perut, dan dada pada
pangkalnya mempunyai lekukan pada tubuh, sehingga sirip-sirip ini dapat
dilipat masuk ke dalam lekukan tersebut, sehingga dapat memperkecil
daya gesekkan dari air pada waktu ikan tersebut sedang berenang cepat
(Djuhanda, 1981).
Ikan Senangin
Ikan senangin (Polynemus tetradactilus) mempunyai ciri khusus yaitu memiliki sirip dada yang terdiri dari dua
bagian, bagian bawah berjari – jari sangt panjang seperti filament.
Panjang filament ini dapat mencapai panjang badannya. Dan dapat
digunakan untuk mendeteksi mangsa. Bagian atas sirip dada jauh dibawah
pertengan garis tengah badan, gurat sisik agak sedikit melengkung,
hampir lurus. Badannya agak memenjang gepeng, pada bagian kepala
monncong yang tumpul menonjol kedepan, sedankan mulutnya berada dibawah
yang dilengkapi gigi kecil. (Kotelat, 1993).
Ikan senangin (Polynemus tetradactylus) termasuk kelas Pisces, ordo percesoces, Famili Polynemidae, genus Polynemus, spesies Polynemus tetradactylus. (Sannin, 1986)
Ikan Lele Dumbo
Ikan Lele Dumbo (clarias gariepinus)
termasuk kedalam filum Chordata, kelas Pisces, sub kelas Teleoistei,
ordo Ostariophysi, sub ordo Siluroidae, family Clariidae, genus
Clarias, spesies Clarias gariepinus (SUYANTO, 2002). Pada mulanya nama ilmiah ikan Lele Dumbo adalah Clarias fuscus dan kemudian diganti menjadi Clarias gariepinus. Pengganti nama ini berdasarkan atas sifat-sifat induk jantan yang
dominan diturunkan kepada anaknya. Dari hasil penyilangan itu ternyata
keturunan ikan Lele yang dihasilkan mempunyai sifat-sifat yang unggul
(SUYANTO, 1992).
Ikan
Lele dumbo (Clarias graepinus) mempunyai menurut SUYANTO (1989),
diklasifikasikan sebagai berikut Filum Chordata, Famili Calridae, Genus
Clarias.
Menurut
VIVIEW et al (1985) bahwa cirri-ciri ikan lele dumbo mempunyai kulit
yang tidak bersisik (licin), berwarna gelap pada bagian punggung dan
sisi tubuh.bila dalam keadaan stress kulitnya seperti mosaic berwarna
gelap dan tolol putih (terang).Mulut lebar sehingga memakan mangsannya
yang panjangnyaseperempat panjang tubuh ikan lele dumbo. Disekitar
tubuhnya terdapat delapan buah sungut yang berfungsi sebagai peraba.
Ikan Gabus
Ikan
Gabus termasuk kedalam kingdom animalia, Phylum Chordata, Kelas pisces,
Ordo Ophiochephaloidae, Famili Ophicepholidae, Genus Channa dan Spesies Channa striata (SAANIN, 1968).
DJUHANDA (1981), mendeskripsikan Ikan Gabus ( Channa striata)
memiliki bentuk tubuh hampir bulat panjang, makin kebelakang makin
menjadi gepeng. Punggungnya cembung, perutnya rata, sirip punggung
lebih panjang dari sirip dubur, sirip yang pertama disokong oleh 38-45
jari-jari lunak, sirip yang disebut belakangan disokong oleh 23-27
jari-jari sirip dada lebar dengan ujung membulat disokong oleh 15-17
jari-jari lunak. Gurat sisi ada 52-57 keping, panjang tubuhnya dapat
mencapai 100 cm.
Suyanto,
(1993) Sama halnya dengan lele dumbo, lokal pun dikaruniai alat
pernafasan tambahan disebut arborescent organ. Maka wajar jika ia dapat
mengambil/ menghirup oksigen langsung dari udara dengan bergerak
vertikal.
Ikan Gabus (Channa striata)
merupakan ikan liar tawar yang potensial di dosmestikasi. Ikan ini
sejak lama dikenal sebagai ikan kosumsi yang cukup populer di semua
pasar (Cahyono, 2000).
Kottelat et al (1993), Menyebutkan bahwa ikan gabus mempunayai warna gelap danseluruh tubuhnya ditutupi dengan sisik. Di bagian dadanya kulit tubuhnya berwarna putih.
Ikan Tambakan
Ikan
Tambakan Klasifikasinya, Phylum: Chordata, Sub Phylum: Craniata, Sub
Klas: Gnathostomata, Klas: Pisces, Sub Klas: Teleostei, Ordo:
Labirinthia, Sub Ordo: Anabontaidei, Famili: Anabontaidea, Genus:
Holostoma dan spesies: Helostoma teminck, (Saanin, 1986).
Ikan Tambakan (Helostoma temmincki)
Bentuk mulut proctractile yaitu mullut dapat disembulkan, celah mulut
horizintal sangat kecil, rahang atas dan bawah sama, bibir tebal dan
mempunyai deretan gigi yang ujungnya tajam (Susanto, 1997).
Ikan Layur
Ikan Layur (Trychiurus savala)
tergolong kepada keluarga Trichiuridae, bentuk tubuh panjang gepeng,
ekornya panjang seperti pecut. Kulitnya tidak bersisik, warnanya
memutih keperak-perakkan sedikit kuning. Sirip punggungnnya satu,
dimulai dari belakang kepala terus sampai di ekor, jumlah jari-jari
sirip lunaknya antara 140-150 buah. Sirip ekor tidak tumbuh, sirip
dubur terdiri dari sebaris duri-duri kecil yang lepas-lepas. Tidak
mempunyai sirip perut dan ikan ini bersifat karnivor, (Djuhanda, 1981).
DAFTAR PUSTAKA Alamsyah., 1974. Ichthyology sistematika, IPB. Fakultas Perikanan Departemen Perikanan. Bogor. 168 halaman.
Cahyono. 2000. Ikan Hias Air Tawar.
Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Armiko Bandung. 190 hal
Dinas Perikanan Tingkat I Propinsi Riau. 1997. Buku Tahunan statistik II. I. Press. Jakarta. 393 hal.
Fardiaz. S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 320 hal.
Kottelat, M., A. J. Whitten., S. N. Kartikasari dan S. Wirdjoatmodjo. 1993. Freswater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi (Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi). Periplus Editions Limited. Munich, Germany. 293 hal
Kriswantoro. M dan Y.A Sunyoto. 1986. Mengenal Ikan Laut, Karya baru. Jakarta
Mohsin. A. K. M dan M. A. Ambak. 1992. Ikan air tawar di Semenanjung Malaysia. Dewan Bahasa dan Balai Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur. 281 Halaman.
Nyabakken. 1992. Biologi laut suatu pendekatan ekologi. P.T. Gramedia. Jakarta
Saanin, H. 1984. Taksonomi danKunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan 2. Binacipta, Jakarta. 520 hal
Saanin, H. 1986. Taksonomi dan kunci identifikasi ikan. bagian I dan II. Bina Cipta, Jakarta. 245 hal
Subardja, D. S. B. B. Abdul Malik. H. Suherman dan Asnawati (1995)Pengenalan Jenis ikan di Perairan Umum Jambi Bagian I. Ikan-ikan
Diposkan oleh Alex Cyber di 23:30 1 komentar
Label: Manik_Cyber
Jumat, 2008 Maret 14
Ikan Cupang
Ikan cupang berasal dari Negara Thailand sekitartahun 1960 yaitu cupang adu dengan bentuk tubuh kekar, warna hitam legam dengan sirip pendek dan bersifat kaku. Cupang sawah (Trichopis schalleri) merupakan ikan pertama penyandang nama cupang. Makananan ikan cupang yang umum adalah kutu air (Daphinia Sp).
Ikan
cupang terbagi dua menurut sifatnya yaitu cupang agresif dan cupang
damai. Cupang agresif atau lebih dikenal dengan nama Sianese Fighting
Fish merupakan jenis ikan cupang dari marga Betha. Spesiesnya meliputi Betha imbellis (Slugger Betha), Betha smaragdina (Emerald Betha) dan Betha foerschi (Purple Saphire Betha). Jenis
dari cupang damai atau Peaceful Betha memiliki warna yang lebih
beragam. Betha macrostoma mempunyai warna tubuh merah, biru bercampur
hijau dengan julukan Brunai Beauty. Warna kelabu umumnya dimiliki oleh
Serawak Betha seperti Betha akarensis. Spesies lainnya adalah Betha
anabatoides dan Betha unimaculata yang berwarana keemasan.
Perkembangan dunia perikanan telah melahirkan strain baru dari ikan cupang. Cupang Paradise (Macropodus opercularis)
warna tubuhnya hijau tua sedangkan cupang surga memiliki warna tubuh
kuning coklat. Saat ini juga ada dikenal cupang bangka dan cupang
afrika yang spesiesnya seperti Belontia Sp dan Malpalutta Sp.
Penyakit
pada ikan cupang dibagi atas penyakit bakterial dan non bakterial.
Penyakit bakterial umumnya sangat berbahaya dan banyak menimbulkan
kerugian usaha perikanan ikan hias. Jamur putih merupakan jenis
penyakit yang banyak menyerang ikan cupang disamping penyakit busung
dan veluet. Jamur putih (Inchtyophtirius multifiliis) dapat
dicegah dengan pemberian anti vaksin dan menjaga kebersihan wadah
pengembangan. Sedangkan penyakit non bakterial muncul karena lingkungan
yang membuat ikan stress. Contohnya adalah penyakit gigit ekor dan
bacul.
Sumber : Merawat Cupang Hias Untuk Kontes. Bambang Eka Perkasa Penebar Swadaya. Jakarta 2001.
IKAN GURAMI
Kottelat, et.al., (1993) mengklasifikasikan ikan Gurami ke dalam kelas Pisces, famili Ospronemidae, genus Ospronemus dan spesies Ospronemus gouramy.
Kottelat et.al.,(1993)
menyatakan bahwa ikan gurami memiliki ciri-ciri bentuk tubuh pipih
lebar, dimana tinggi badan lebih ½ kali dari panjang tubuhnya, sirip
punggung panjangnya terdiri 12-13 jari-jari keras dan tajam 11-13
jari-jari lemah, sirip dubur 9-11 jari-jari keras dan 9-21 jari-jarilemah,
sirip perut 1 jari-jari keras dan 2 diantaranya jari-jari lemahnya
memanjang seperti benang yang berfungsi sebagai alat peraba, sirip dada
2 jari-jari keras yang kecil dan 13-14 jari-jari lemah. Gurat sisi sempurna mulai kepala hingga ekor yang terdiri dari 30-33 keping sisik.
Sitanggang (1987) mengemukakan bahwa ikan guramitermasuk
golongan iknan labyrinthici yaitu sebangsa ikan yang memiliki alat
pernafasan berupa insang dan insang tambahan (labyrinth). Labyrinth
adalah alat pernafasan yang berupa selaput tambahan yang berbentuk
tonjolan pada tepi-tepi atas lapisan insang pertama. Pada selaput
terdapat pembuluh darah kapiler (zat asam) langsung dari udara dan
pernafasannya.
Sitanggang
(1987) mengemukakan bahwa ikan gurami adalah makhluk vegetarian yang
hanya mau menyantap makanan yang berasal dari tumbuhan.
IKAN BAUNG
Kottelat et.al., (1993) mengklasifikasikan ikan Baung kedalam phylum Chordata, kelas
Pisces, subkelas Teleostei, ordo Ostariophysci, subordo Siluridae,
famili Bagridae, genus Mystus, species Mystus nemurus.
Djuhanda
(1981) menyatakan bahwa ikan Baung memiliki 4 sungut peraba dan satu
diantaranya panjang sekali terletak pada sudut rahang atas, panjangnya
sampai mencapai sirip dubur. Sirip lemah di punggung mempunyai
jari-jari keras, satu daripadanya besar dan meruncing menajdi patel.
Jumlah jari-jari lunaknya ada 7 buah, sirip dubur memiliki 12-13
jari-jari lunak dan sirip dada memiliki 8-9 jari-jari dan jari-jari
keras yang menjadi patel dan kepalanya besar.
Djajadireja,
Satimah, Arifin (1977) menambahkan bentuk badan panjang, tidak
bersisik, panjang total 5x tinggi atau 3-3,5 panjang kepala. Badan
berwarna kecoklatan, panjang maximum 350 mm.
Djajadireja (1977) menyatakan bahwa ikan baung hidup di habitat air tawar terutama di derah banjir (lebak lebung).
IKAN TOMAN
Saanin
(1986) mengklasifikasikan ikan Toman sebagai berikut kelas
Osteichthyes, ordo labyrinthici, subordo Ophiocephaloidei, famili
Ophiocephalidae, genus Ophiocephalus dan species Ophiocephalus micropeltes.
Asmawi
(1986) menyatakan bahwa ikan toman memiliki cirri-ciri sebagai berikut
: tubuhnya ditutupi oleh sisik yang berwarna biru kehitam-hitaman pada
bagian punggung dan bagian perut berwarna putih cerah , pada ikan Toman
muda disepanjang tubuhnya terdapat 2 garis hitam yang membujur, tapi
pada ikan yang sudah tua kedua garis tersebut hilang.
IKAN MOTAN
Menurut
DJUHANDA (1989), ikan Motan tergolong famili Cyprimidae, ukuran panjang
tubuhnya lebih besar dari pada tinggi tubuhnya, bentuknya bilateral
simetris, mulutnya terletak di ujung depan kepala atau agak ke bawah,
moncongnya dapat ditonjolkan ke depan dan mempunyai gelembung renang
yang terbagi dalam dua bagian, bagian belakang lebih kecil dari pada
bagian depan.
Ikan Motan di klasifikasikan kedalam kelas Pisces, sub kelas Teleostei, ordo Cypriniformes (Kottelat et al, 1993) atau Ostariophysi (Saanin, 1984) sub ordo Cyprinoidea, famili Cyprinidae, genus Thynnichthys dan spesies Thynnichthys polylepis (Kottelat et al, 1993) atau Thynnichthys polylepis, (Saanin, 1984).
Ikan
motan mempunyai ciri morfologis sbb: Kepala meruncing, overculum
mempunyai kelopak yang besar, mulut dianterior dan kecil, tidak ada
bibir atas dan rahang bawah, mempunyai lipatan bibir yang kecil pada
sudut rahang. Garis rusuk lurus dan memanjang ketengah-tengah ekor.
Sirip dorsal kecil dan terletak sejajar dengan sirip ventral. Tidak
mempunyai lebih dari 8 ruji bercabang. Tidak ada sisir insang dan lamna
insang panjang, tidak ada pseudobrranchia (Mohsin dan Ambak,1992). Menurut(Saanin, 1984),
ikan ini dikenal juga dengan nama Kendie, Menangin, Lambak, Ringan,
Lumoh dan Pingan. Di Palembang, ikan ini di namakan Damaian / Lumopoko
dan di Kalimantan disebut Ketup atau bau ketup (Subardja et al,1995).
IKAN TAMBAKAN
Ikan
Tambakan Klasifikasinya, Phylum: Chordata, Sub Phylum: Craniata, Sub
Klas: Gnathostomata, Klas: Pisces, Sub Klas: Teleostei, Ordo:
Labirinthia, Sub Ordo: Anabontaidei, Famili: Anabontaidea, Genus:
Holostoma dan spesies: Helostoma teminck, (Saanin, 1986).
Ikan Tambakan (Helostoma temmincki)
Bentuk mulut proctractile yaitu mullut dapat disembulkan, celah mulut
horizintal sangat kecil, rahang atas dan bawah sama, bibir tebal dan
mempunyai deretan gigi yang ujungnya tajam (Susanto, 1997).
Ikan
tambakan menyukai keadaan yang sedikit agak hangat yang biasanya
terletak pada ketinggian 150 – 750 meter dari permukaan laut. Kisaran temperatur 25 – 30­ derajat celsius dan pH netral ( SUSANTO, 1984)
IKAN GABUS
Saanin (1984), Ikan gabus diklasifikasikan kedalam ordo Labyrintichi, family Ophiocephaloidae, genus Channa, Spesies Channa striata.
Ikan Gabus (Channa striata)
merupakan ikan liar tawar yang potensial di dosmestikasi. Ikan ini
sejak lama dikenal sebagai ikan kosumsi yang cukup populer di semua
pasar (Cahyono, 2000).
DJUHANDA (1981), mendeskripsikan Ikan Gabus ( Channa striata)
memiliki bentuk tubuh hampir bulat panjang, makin kebelakang makin
menjadi gepeng. Punggungnya cembung, perutnya rata, sirip punggung
lebih panjang dari sirip dubur, sirip yang pertama disokong oleh 38-45
jari-jari lunak, sirip yang disebut belakangan disokong oleh 23-27
jari-jari sirip dada lebar dengan ujung membulat disokong oleh 15-17
jari-jari lunak. Gurat sisi ada 52-57 keping, panjang tubuhnya dapat
mencapai 100 cm.
(Suyanto,
1993) Sama halnya dengan lele dumbo, lokal pun dikaruniai alat
pernafasan tambahan disebut arborescent organ. Maka wajar jika ia dapat
mengambil/ menghirup oksigen langsung dari udara dengan bergerak
vertikal.
Ikan Gabus (Channa striata)
merupakan ikan liar tawar yang potensial di dosmestikasi. Ikan ini
sejak lama dikenal sebagai ikan kosumsi yang cukup populer di semua
pasar (Cahyono, 2000).
Kottelat et al (1993), Menyebutkan bahwa ikan gabus mempunayai warna gelap danseluruh tubuhnya ditutupi dengan sisik. Di bagian dadanya kulit tubuhnya berwarna putih.
IKAN PEPETEK
Ikan pepetek (Leiognathus dussummieri),
tergolong pada keluarga leiognathidae yang masih berkerabat dengan
keluarga Carangiadae. Jenis ini merupakan jenis ikan yang kecil,
Panjang tubuhnya tidak lebih dari 15 cm, Badanya tinggi dan bentuknya
pipih. Daging dari jenis ini tidak begitu banyak,(Djuhanda, 1981).
IKAN SENANGIN
Menurut
Kriswantoro dan Sunyoto (1986), nama lain Ikan Senangin di Inggris
adalah Giant threadfin (tasselfish), Indian Salmon. Di Indonesia
disebut Kurau (Jabar), Baling, Kuro (Jawa), Laceh (Madura), Senangin
(Sumatra), Selangih (Sumatra Timur), dan Tikus-Tikus (Ambon).
Ikan Senangin (Polynemus tetradactylus ) diklasifikasikan kedalam ordo Percesoces, famili Polynemidae, genus Polynemus, spesies Polynemus tetradactylus,
Ikan Senangin mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: bentuk mulut non
proctractile, ukuran mulut lebar, posisi mulut didepan bola mata,
ukuran bibir tipis dan tidak memiliki sungut.
Siregar (1979),mengatakan
bahwa ikan senangin adalah ikan dengan badan yang panjang dan sedikit
gepeng. Tubuh ditutupi oleh sisik yang besar-besar. Sedangkan tutup
insang, moncong dan bagian sirip ditutupi oleh sisik yang halus
IKAN SARDIN
Menurut Saanin (1995)mengklasifikaikan
ikan sardin berdasarkan sistem bleeker yatu:phylum chordata, kelas
piscas, sub kelas teleostei, ordo percomorfes, sub ordo combroidea,
famili serranidae, genus Sardinella, spesies Sardinella sirin.
Bentuk
badan memanjang, perut agak bulat dengan sisik duri (16-18) + (12-14).
Awal sirip punggung sedikit kemuka dari pertengahan badan, lebih dekat
kearah moncong daripada kebatang sirip ekor. Sirip punggung
berjari-jari lemah 15-18, sedang sirip duburnya 18-20. Terdapat sirip
tambahan pada sirip perutnya. Tapisan insang halus berjumlah 36-42 pada
bagian bawah busur insang pertama. Hidup
di perairan pantai, lepas pantai. Pemakan plankton halus, dapat
mencapai panjang 23 cm, umumnya 17-18 cm. Warna tubuh biru kehijauan,
putih perak bagian bawah, gelap bagian atas badan. Direktorat (1979).
Ikan Sardin (Sardinella sirin).
Merupakan ikan yang tergolong pada keluarga Stromidae yang berkerabat
dengan keluarga Carangidae, bentuk badan panah dengan badan yang
rendah. Merupakan ikan herbivora yang cenderung bersifat omnivora,
selain suka melahap tumbuhan air, ia juga suka memakan udang atau
ikan-ikan kecil dan hewan-hewan air lainnya. Djuhanda, (1981).
Ikan
Sarden memiliki bentuk mulut non protaktil dengan ukuran sedang ,
Posisi sudut mulut satu garis lurus dengan sisi bawah bola mata, tubuh
berbentuk torpedo, sirip punggung berbentuk sempurna dan terletak
dipertengahan dengan permulaan dasar didepan sirip perut, sirip dada
dibawah linea lateralis, sirip perut sub abdominal, sirip ekor
berbentuk bulan sabit Saanin (1986).
IKAN PANTAU
IkanPantau (Rasbora borneesis) adalah ikan pelagik yang terdapat di sungai-sungai (air tawar).
Mulutnya terminal, mempunyai tutup insang , berwarna kuning
keemasan,liniea literalis sempurna, mempunyai sirip punggung, sirip
dada, sirip perut, sirip anus, dan sirip ekor. Sirip ekor berbentuk
cagak, sirip punggung dan sirip anus tidak bersatu hubungan sirip dada
dan sirip perut abdominal,sisik berbentuk cycloid, tidak berbahaya (SAANIN, 1968).
IKAN KAPIEK
Ikan Kapiek menurut (PULUNGAN, 2000)Adalah moncong menonjol kedepan dan tumpul,kepalah bersegi tidak
bersisik mata di bawah garis segi, mulut sub terminal, pada rahang
atasa terdapat dua lipatan bibir, pada rahang bawah terdapat satu
lipatan bibir, bibir luar rahang atas di sudut mulut menutupi lipatan
bibir bawah, pada pertemuan lipatan bibir atas terdapat sungut pendek
di atas bibir atas terdapat sungut pendekdan
kecil, permukaan kepalah licin, garis rusuk sempurna 34-36 sisik.bentuk
tubuh gepeng dan badannya tinggi, warna tubuh putih seperti perak dan
punggung abu-abu kecoklatan dan perutnya putih mengkilat (DJUHANDA, 1981).
Ikan
kapiek bentuk tubuh gepeng dan berbadan tinggi. Warna tubuh putih
seperti petak dengan punggungyang abu-abukecoklatan dan perutnya putih
mengkilat jumlah gurat sisiada 35-36 keping. Gurat sisi sempurna, sirip
punggung merah dengan bercak kehitaman. Pada ujungnya, sirip dadqa dan
perut berwarna nmerah, sirip ekor berwarma orange atau merah dengan
pinggiran garis hitam atau putihsepanjang cuping sirip ekor. (SAANIN 1984)
IKAN KEMBUNG LAKI-LAKI
SAANIN (1968).Dalam tasoknomi mengklasifikasikanikan kembung laki-laki (Scomber canagorta) sebagai Ordo Scombriformes, famili Scombridae, genus Scomber, dan spesiesnya adalah (Scomber canagorta) . Ikan kembung laki-laki tergolong ikan pelagik yang menghendaki
perairan yang bersalinitas tinggi. Ikan ini suka hidup secara
bergerombol, kebiasaan makanan adalah memakan plankton besar/kasar,
Copepode atau Crustacea (KRISWANTORO dan SUNYOTO, 1986).
DJUHANDA ( 1981). Ikan kembung laki-laki (Rasterliger branchysoma) termasuk kedalam kelas Condrichthyes yang memmiliki rahang, tubuh
bilateral simetris, muliutnya terminal, dan memiliki tutup insang, Ikan
kembung laki-laki (Rasterliger branchysoma) juga memilikiliniea
lateralis, rudimeter, finlet, memiliki lubang hidung dua buah
(dirhinous), bersisik dan tidak memiliki sunngut. Ikan kembung
laki-laki (Rasterliger branchysoma)juga memiliki sirip punggung I,II sirip perut, pectoralis, sirip anal dan sirip ekor bercagak.
IKAN NILEM/PAWEH
Ikan Nilem /Paweh (Osteochilus hasselti) bentuk tubuh hampir serupah dengan ikan mas, hanya kepalah relatif
kecil, pada sudut-sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut peraba.
Warna tubuh ikan ini hijau abu-abuan, dan hidup di perairan yang
jernih, makanan berupa tumbuhan.sirip punggung dari ikan nilem ini di
sokong jari-jari keras dan 12-18 jari-jari lunak. Sirip ekor
bercagakbentuknya simetris. Sirip dubur di sokong oleh 3 jari-jari
keras dan 5 jari-jari lunak,sirip perut disokong
1 jari-jari keras dan 8 jari lunak, sirip dada di sokong 1 jari-jari
keras dan 13-15 jari-jari lunak. Di indonesia ikan ini terdapat di
jawa, sumatra, dan kalimantan di luar indonesia terdapat di malaysia
dan siam. (DJUHANDA, 1981).
IKAN BARAU
Ikan Barau (Hampala macrolepidota) bentuk tubuhnya hampir sama dengan ikan mas, tetepi jika kita
perhatikan baik-baik ikan barau ini bentuknya lebih ramping dan lebih
lansing, moncong lebih tirus dan di sudut mulutnya ada satu pasang
sungut peraba, ikan ini adalah ikan pemangsa ikan kecil, juga suka
memakan hewan-hewan lain, seperti udang, ketam, dan serangga.warna
tubuh putih keperakan punggung bewarna gelap, pinggir badan dan
perutnya bewarna lebih cerah, sirip-sirip bewarna kuning.pinggiran
depan dari sirip punggung dan pinggiran luar dari sirip ekor bewarna
hitam. Dari ujung depan pangkal sirip punggung berjalan garis hitam
yang tebal melintang menujuh pangkal sirip ekor (DJUHANDA, 1981)
PULUNGAN (1987) mengemukakan bahwa jenis-jenis ikan dari famili siluridae merupakan air
tawar yang pada umumnya menghuni perairan sungai, anak-anak sungai
maupun danau-danau ukuran kecil (bekas aliran sungai) dan sangat
bersembunyi disela-sela daun tanaman air yang terdapat disekitar tempat
hidupnya. Ikan ini yang bernilai ekonomis ikan ini banyak sekali
terdapat disungai-sungai bentuknya berpariasi dan bahkan dijadikan ikan
hias.
IKAN TERI
Ikan Teri (Stolephorus commersoni) tubuhnya ramping kecil, panjang kurang dari 12 meter, mulutnya lebar
sampai lewat belakang mata , rahang bawah lebih pendek dari pada rahan
atas, moncongnya tumpul.sirip dubur dimulai dari tepat di bawah
belakang dari sirip punggung,. Jenis ikan teri ini umumnya hidup di
dekat pantai, tetapi pula yang masuk ke muara –muara sungai di air
payau, kebanyakan ikan teri hidup dalambergerombolan
sangat besar. Sebetulnya banyak sekali nama ikan teri ini atau
spesiesnya, ikan teri ini memmpunyai ari yang besar dalam perdagang indonesia dan bernilai ekonomis (DJUHANDA ,1981)
IKAN SELAR
Ikan selar tetengkek(caranx rottleri)selain mempunyai sirip tambahan dari sirip dubur dan sirip punggung
bagian belakangnya, juga mempunyai tanda khas yang merupakan sisik
besar,dan berduri pada gurat sisinya, melebar keatas dan kebawah badan.
Ikan ini di dapat jauh ketengah-tengah lautan, tetapi anak-anaknya
sering terdapat di muara-muara sungai yang besar.panjang tubuh ikan ini
mencapai40 cm lebih. Ikan seperti ini terdapat di seluruh daerah indo-pasifik (DJUHANDA, 1981)
IKAN PUYUH
Ikan puyuh (Anabas testudineus)adalah ikan air tawar yang termasuk kedalam Kelas Teleufei,Ordo Labyrinthisi (SAANIN 1984) , Atau perciformes (KOTTELAT et al, 1993).Famili Anabantidae,Genus anabas,Pol dan Species Anabas tustidineus (KOTTELAT et al, 1993).
Ikan
puyuh termasuk kedalam kingdom animalia, Phylum Chordata, Kelas pisces,
Ordo Labyrinthisi, Famili Anabantidae, Genus Anabas dan Spesies Anabas testudineus(SAANIN, 1968).
IKAN NILA
Djarijah (1995)mengklasifikasikan ikan Nila sebagai berikut : Phylum Chordata,
Subphylum Vertebtara, Klass Osteichtyes, Subklass Achanthoptherigi,
Ordo Percopmorpa, Subordo Perciodea, Family Chiclidea, Genus
Oreochromis, dan Spesies Oreochromis niloticus.
Ikan
Nila bersifat omnivora tapi cenderung untuk mengkonsumsi makanan yang
berasal dari Plankton, Tumbuh-tumbuhan hakus, dedak tepung bungkil
kacang, ampas kelapa dan lain sebagainya ( Asmawi, 1986).
IKAN SEBELAH
Ikan sebelah (Psettodes erumeri) memiliki klasifikasi yaitu: Ordo: Heterosomata, Famili: Psettodidae, Genus: Psettodes, Spesies: Psettodes erumeri. Ikan
sebelah merupakan ikan yang tergolong ke dalam kelompok ikan yang
memiliki tubuh non bilateral simetris, karena apabila tubuh ikan ini
dibelah dua secara membujur, maka belahan sebelah kanan tidak
mencerminkan bagian yang sebelah kiri. Ikan ini memiliki bentuk tubuh
pipih mendatar.memiliki rahang dan susunan gigi pada kedua belah pihak
dari tubuhnya hampir sama. Ikan-ikan ini di iIndonesia tidak begitu
ekonomis disebabkan tubuhnya tidak begitu besar dan jumlahnya tidak
banyak(Djuhanda, 1981).
IKAN SEPAT RAWA
Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) memiliki ciri-ciri bentuk tubuhnya seperti ikan sepat siam yaitu
tubuhnya pipih, kepalanya mirip dengan ikan gurami muda yaitu lancip.
Panjang tubuhnya tidak dapat lebih besar dari 15 cm, permulaan sirip
punggungterdapat di atas bagian yang lemah dari sirip dubur.Pada
tubuhnya ada dua bulatan hitam, satu di tengah-tengah dan satu di
pangkal sirip ekor. Sirip ekor terbagi ke adalan dua lekukan yang
dangkal.(Haridiwiyoto, 1993).
Dan
Ikan Sepat Rawa memiliki permulaan sirip punggung atas yang lemah dari
sirip duburnya. A. XI – X (XII). 33-38. bagian kepala dibelakang mata
dua kali lebih dari permulaan sirip punggung di atas bagian
berjari-jari keras dari sirip dubur ( Saanin, 1968).
IKAN KAPAS-KAPAS
Saanin (1984) mengungkapkan klasifikasi ikan kapas-kapas dengan ordo Percomorphi, familli Leiognathidae, genus Geres dan Species Geres punctatus.
Kemudian Hasibuan (1998) juga menyatakan ikan kapas-kapas merupakan
kelompok ikan yang memiliki ukuean tubuh yang relatif kecil, bentuk
tubuh pipih dan kepala meruncing, dengan mulut yang agak runcing
kedepan.
IKAN BANDENG
Ikan bandeng Menurut Djuhanda(1981) mempunyai tubuh yang ramping dan
ditutupi oleh sisik dengan jari-jari yang lunak. Sirip ekor yang
panjang dan bercagak. Mulut sedang dan non protractile dengan posisi
mulut satu garis dengan sisi bawah bola mata dan tidak memiliki sungut.
Ikan Selar kuning
Menurut Alamsyah (1974), ikan Selar Kuning (Caranx leptolepis) termasuk dalam ordo: Percomorphi, familiy: Carangidae, genus: Caranx dan spesies: caranx leptolepis. Mempunyai bentuk tubuh seperti torpedo, sirip ekor bercagak, , habitat di laut.
IKAN MERAH
Menurut Saanin (1984), mengklasifikasikan ikan Merah dalam ordo: Percomorphi, family: Lucanidae, genus: Lucanus dan spesies: Lutianus erythropterus. Dengan ciri-ciri kepala tumpul dan ekor berlekuk, tubuh berwarna merah agak keputihan
Ikan merah (Lutjanus eryptropterus) adalah ikan yang berada di perairan luat.bentuk tubuh bilateral
simetris dengan klasifikasinya adalah Ordo Percomorphi, Famili
Lucanidae, Genus lutjanus, Spesies Lutjanus eryptropterus. Pada
ikan merah mulutnya besar, dapat disembulkan kedepan, ujung belakang
dari rahang atas terletak dibawah sudut dari depan bola mata. Ikan
merah ini mempunyai empat buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada,
sirip perut, dan ekor. Warna sirip tersebut bewarna merah kelam(DJUHANDA, 1981).
IKAN KERAPU MACAN
LAGLER et al. dalam ANONIMOUS (1998)Ikan kerapu macan (Ephinephelus lauvina) adalah
ikan yang termasuk kedalam Fanili serranidae. Ikan ini mempunyai sifat
hermaprodite protoginous yaitu pada perkembangan mencapai dewasa
(matang gonat) berjenis kelamin betina dan akan berubah kelamin jantan
setelah dewasa.ikan kerapu macan termasuk kedalam Ordo Percomorphi,
Famili serranidae, Genus ephinephelus, Spesies (Ephinephelus lauvina)
IKAN TENGGIRI.
Ikan tenggiri (Cybium commersoni) merupakan salah satu jenis ikn yang banyak terdapat di Propinsi Riau
dari hasil utama bagi para nelayan. Secara fisik ikan tenggiri
mempunyai dua jenis daging yaitu daging merah (gelap) dan daging putih
(terang), sedangkan secara kimia daging merah banyak mengandung lemak,
glikogen dan vitamin dan untuk daging putih banyak terdapat protein (HASAN, 1984).
Ikan
tenggiri tergolong kedalam famili Scombridae yang mempunyai bentuk
memanjang, daging kulit yang licin, tidak bersisik kecuali sisik-sisk
pada gurat sisi yang kecil-kecil, sirip pungung ada dua, letaknay
berdekatan sekali yang depan disokong oleh jari-jari keras yang lemah
sebanyak 16-17 buah, yang belakang disokomg oleh 3-4 jari-jari keras
dan 13-14 jari-jari lunak. Sirip dubur sama besar nya dengan sirip
punggung yang belakang, dan disebelah belakangnya terdapat sirip-sirip
tambahan sebanyak 9-10 buah, sama seperti pada sirp punggung. Sirip
ekor cagak dua berlekuk dalam dengan kedua ujung sirip-siripnya yang
panjang. Mulut nya lebar, rahang atas dan rahang bawah begerigi tajam
dan kuat, langit-langit bergigi kecil-kecil. Warna punggungnya
kebiru-biruan, pinggiran tubuh dan perut beawarna seperti perak. Jenis
ikan ini tergolong pada ikan yang besar, panjang tubuhnya dapat sampai
150 cm (DJUHANDA, 1981).
Ikan
ini termasuk ikan perenang tercepat dan juga termasuk ikan buas,
predator dan karnivor. Penyebarannya terdapat di laut Merah, dekat
pantai Timur Afrika, Laut-laut India, Malaysia, Indonesia dan
sekitarnya yang banyak disukai orang-orang dan dipasar selain dijual
segar banyak jua yang diasin dan dipindang bahkan ada yang dibuat
empek-empek dan kerupuk karena dagingnya yang begitu halus dan gurih.
IKAN BIJINANGKA
Ikan Biji Nangka (Upeneus mullocensin)
tergolong kedalam keluarga mugilidae, bentuk tubuhnya hampir sama
dengan ikan merah,. Kedua macam keluarga ini mempunyai banyak
sifat-sifat yang sama, hanya ada sedikit perbedaan, yaitu pembagian
sirip punggung bagian depan dengan bagian belakang tidak jelas.
Gigi-gigi pada rahang runcing-runcing dan tersebar merata.Sirip
punggung dan sirip anus bersisik sedikit, mulutnya besar, dapat
disembulkan ke muka, ujung belakang dari rahang atas terletak dibawah
sudut depan dari mata. Keping tulang lengkung insang depan berlekuk.
Sirip ekor berlekuk, sirip dada tidak lebih panjang dari kepala. Sirip
dubur memiliki tiga jari-jari keras, dan jumlah jari-jari keras ada
antara 7-9. Sirip punggung mempunyai 10
jari-jari keras dan 13 jari-jari lunak. Linnea lateralisnya berlekuk
keatas dan pada bagian bawah kepala didekat tenggorakanterdapat sepasang sungut (Djuhanda, 1981).
IKAN BAWAL HITAM
Ikan Bawal hitam (Stromateus niger)
tergolong pada keluarga Stromatidae yang berkerabat dengan keluarga
Carangidae. Bentuk tubuhnya pipih dengan badannya yang tinggi sehingga
hampir menyerupai bentuk belah ketupat. Ikan ini tubuhnya berwarna
hitam, sirip punggung hanya satu mempunyai 5 jari-jari keras dan 42-44
jari-jari lunak. Sirip dubur besarnya hampir sama dengan sirip
punggung, disokong oleh 3 jari-jari keras dan 35-39 jai-jari lunak.
Sirip dada mempunyai 22 jari-jari lunak, bentuknya melengkung dengan
ujung-ujungnya yang tirus dan pangkalnya yang kuat dan lebar. Sirip
perut tidak ada. Sirip ekor cagak dua dengan lekukan yang dalam,
pangkal sirip ekor bulat kecil. Gurat sisi dibangunkan oleh sisik-sisik
yang lebih besar dari pada sisik-sisik yang lainnya dari tubuh. Kalau
di lihat dari bentuk sirip dada, pangkal siripekor danstruktur gurat
sisi, iakn ini mempunyai persamaan dengan ikan-ikan dari keluarga
Carangidae.
Ikan
Bawal hitam dapat berenang dalam posisi miring seperti ikan Sebelah.
Panjang tubuhnya dapat mencapai 60 cm, dagingnya baik sebagai bahan
makanan, dan mempunyai pasaran yang baik. Ikan ini tidak banyak
terdapat di dekat-dekat muara sungai, biasanya bergerombol banyak di
tengah-tengah lautan. Jenis ikan-ikan ini terdapat di laulaut India,
Indonesia, Malaysia, dan Cina. (T. Djuhanda, 1981).
Ikan Bawal (Stromateus Sp) ikan tergolong stromatidea yang berkerabat dengan Carangidae. Bentuk
badan pipih dengan badan yang panjang sehigga hampir menyerupai bentuk
belah ketupat . Ikan Bawal ini merupakan herbivora yang cendrung
bersifatomnivora, selain suka melalap tumbuhan ia juga suka memakan udang ataupun ikan-ikan kecil dan hewan lainnya (Tatang, 1981) .
Ikan Bawal hitam (Stromateus niger) ciri-ciri marfologinya adalah badan sangat besar dan gepeng seperti
belah ketupat. Sirip ekor bercagak kuat dengan lembaran lebuh panjang D
VII-VIII : 28-30, A III : 28-30. Termasuk pemakan plankton, hidupnya
didasar perairan yang berlumpur sampai kedalaman 100 meter, umumnya
dimuara-muara sungai besar. Warnanya abu-abu keunguan bagian atas,
putih perak bagian bawah. Siripnya agak gelap. Perbedaanya dengan bawal
hitam selain sirip dubur yang lebih panjang. Ikan ini termasuk ikan
ekonomis yang banyak dijual dipasar-pasar(Saanin, 1984)
IKAN PATIN
Jambal siam (patin) terklasifikasikan dalam ordo Ostariophyri, sub ordo Siluroide, famili Pangasidae, genus Pangasius, spesies Pangsius sutchi.
(Saanin, 1984). Ikan Jambal siam termasuk ke dalam genus Pangasius dan
famili Pangasidae (Robert and Vidthayanon, 1991). Morfologi ikan Jambal
siam mempunyai badan memanjang dan pipih, posisi mulut sub terminal,dan
dilengkapi dengan 4 buah sungut. Sirip punggung berduri dan bersirip
tambahan serta terdapat garis lengkung mulai dari kepala sampai pangkal
sirip ekor. Bentuk sirip tersebut agak bercagak dengan bagian tepi
berwarna putih dengan garis hitam ditengah. Ikan ini mempunyai panjang maksimum 150 cm. (Sumantadinata, 1993)
IKAN TONGKOL
Ikan tongkol terklasifikasi dalam ordo Goboioida, family Scombridae, genus Euthynnus,spesies Euthynnus pelamis .Ikan tongkol masih tergolong pada ikanScombridae,
bentuk tubuh seperti betuto, dengan kulit yang licin .Sirip dada
melengkung, ujngnya lurus dan pangkalnya sangat kecil. Ikan tongkol
merupakan perenang yang tercepat diantara ikan-ikan laut yang berangka
tulang. Sirip-sirip punggung, dubur, perut, dan dada pada pangkalnya
mempunyai lekukan pada tubuh, sehingga sirip-sirip ini dapat dilipat
masuk kedalam lekukan tersebut, sehingga dapat memperkecil daya gesekan
dari air pada waktu ikan tersebut berenang cepat. Dan dibelakang sirippunggung dan sirip dubur terdapat sirip-sirip tambahan yang kecil-kecil yang disebut finlet. (T. Djuhanda, 1981).
IKAN ALU-ALAU
Ikan
alu-alu terklarifikasi dalam phylum Chordate, kelas Pisces, ordo
Perciformes, family Sphyraenidae, genus Sphyraena, species Sphyraena jello.
Bentuk tubuhnya bulat panjang dengan kepalanya menirus kebagian
moncong, mulutnya lebar, rahang bawah lebih panjang dari pada rahang
atas. kedua rahang serta langit-langit mempunyai gigi yan relatifbesar
dan tajam, badan dan kepala pada pipi dan tutup insang ditutupi dengan
sisik-sisik kecil, pinggir tubuh dan perutnya berwarna perak dan
mengkilat, tetapi punggungnya berwrna hijau abu-abu, mempunyai dua
sirip punggung yang di depan seluruhnya disokong oleh jari-jari keras
dan sebanyak lima buah, dan yang belakang hanya mempunyai satu
jari-jari keras dan sebanyak sembilan jari-jari lunak, sirip ekor
bercagak, berlekuk dua dan mempunyai 17 jari-jari lunak, sirip dubur
mempunyai satu jari-jari keras dan 8-9 jari-jari lunak, sirip dada
letaknya lebih ke bawah, biasanya hidup di laut tropis dan sub tropis.
(T. Djuhanda, 1981).
IKAN HIU
Ikan Hiu (Carcharias menissorah),
terklasifikasi dalam phylum Chordata, kelas Pisces, sub kelas
Elasmobranchii, ordo Selachi, famili Carcharidae, genus Carcharias, dan
spesies Carcharias menissorah. Ciri-ciri ikan hiu
berhabitat di perairan laut di sekitar gosong-gosong karang dan di
depan muara sungai, memiliki satu gigi runcing, memiliki bentuk tubuh
bilateral simetris yang sagitiform, mulut superior, dan memiliki lima
kantung insang. Hiu jenis ini panjang tubuhnya tidak dapat melebihi
dari 1 meter. (T. Djuhanda, 1981)
IKAN SELAR COMO
Ikan Selar como (Caranx mate),
tergolong pada keluarga Carangidae. Tubuh ikan-ikan dari keluarga ini
bentuknya ada yang sedikit gepeng, ada yang lonjong, dan ada juga yang
tinggi. Pangkal ekor kecil, bentuknya bulat panjang. Biasanya mempunyai
sisik-sisik kecil tipis dari jenis sikloid, atau ada juga yang tidak
bersisik. Gurat sisi sempurna, pada bagian depan melengkug ke atas,
pada bagian belakang melurus sampai di ujung ekor. Ada segolongan ikan-ikan dari keluarga Carangidae yang mempuntai
sisik-sisik gurat sisi yang besar-besar dan pada pinggiran belakangnya
seolah-olah merupakan duri. Gigi-gigi terdapat pada rahang-rahang,
lidah dan langit-langit, bentuknya halus dan kecil-kecil. Sirip
punggung ada dua yang terpisah secara jelas, yang depan disokong oleh
jari-jari keras saja, sedangkan yang belakang mempunyai satu atau
beberapa jari-jari keras saja dan banyak jari-jari lunak. Pada beberapa
jenis terdapat sirip tambahanpada sirip
punggung dan sirip duburnya bagian belakang sekali, yang merupakan
jari-jari sirip lunak yang lepas-lepas dan membentuk sirip kecil-kecil.
Sirip ekor cagak dua dengan lekukan yang sangat dalam. Sirip duburnya
lebar dan panjang, sama besarnya dengn sirip punggung bagaianbelakang.
Sirip perut terletak tepat di bawah sirip dada dan sirip dadanya besar
dan kuat, terletak lebih ke bawah. Bentuk sirip dada pinggiran depannya
melengkung ciut ke ujung dengan bagaian pangkalnya yang kuat dan lebar.
(T. Djuhanda, 1981).
IKAN JUARO
Ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) termasuk ke dalam keluarga Pangasidae (SAANIN, 1984). Memiliki ciri-ciri yaitu tidak memiliki sisik, sirip punggung berjari-jari keras dan tajam (KOTTELAT et al, 1993).
Daerah penyebaran ikan juaro di Indonesia yaitu Sumatera dam Kalimantan
namun untuk penyebaran genus Pangasius di mulai dari India, Birma,
Thailand (SOETIKNO dalam HENNYWATI, 1998).
IKAN SELAIS
Ikan selais kryptopterus apogon Blkr,
atau lebih dikenal dengan nama Selais Panjang Lampung merupakan salah
satu bagian potensi perairan Riau. Ikan ini masih tergolong ikan air
tawar yang hidup secara liar, namun demikian ikan ini mempunyai nilai
ekonomi yang sangat penting. Ikan ini telah menjadi jenis ikan yang sangat digemari oleh masyarakat.
IKAN LELE DUMBO
Ikan Lele Dumbo (clarias gariepinus)
termasuk kedalam filum Chordata, kelas Pisces, sub kelas Teleoistei,
ordo Ostariophysi, sub ordo Siluroidae, family Clariidae, genus
Clarias, spesies Clarias gariepinus (SUYANTO, 2002). Padamulanya nama ilmiah ikan Lele Dumbo adalah Clarias fuscus dan kemudian diganti menjadi Clarias gariepinus. Pengganti nama ini berdasarkan atas sifat-sifat induk jantan yang
dominan diturunkan kepada anaknya. Dari hasil penyilangan itu ternyata
keturunan ikan Lele yang dihasilkan mempunyai sifat-sifat yang unggul (SUYANTO, 1992).
WEBER DAN BEAUFORT (1992), sertaSAANIN (1984) Mengklasifikasikan Ikan Gabus (Channa striata)
dalam kelas Osteichthyes, ordo Labirinthici, Sub Ordo Ophiochepaloide,
famili Ophiocephilidae, dan genus Ophiochepalus serta spesies Ophiochepalus striatus.
Menurut VIVIEW et al (1985) bahwa cirri-ciri ikan lele dumbo mempunyai kulit yang tidak bersisik
(licin), berwarna gelap pada bagian punggung dan sisi tubuh.bila dalam
keadaan stress kulitnya seperti mosaic berwarna gelap dan tolol putih
(terang).Mulut lebar sehingga memakan mangsannya yang
panjangnyaseperempat panjang tubuh ikan lele dumbo. Disekitar tubuhnya terdapat delapan buah sungut yang berfungsi sebagai peraba.
IKAN LAYUR
Ikan Layur (Trychiurus savala)
tergolong kepada keluarga Trichiuridae, bentuk tubuh panjang gepeng,
ekornya panjang seperti pecut. Kulitnya tidak bersisik, warnanya
memutih keperak-perakkan sedikit kuning. Sirip punggungnnya satu,
dimulai dari belakang kepala terus sampai di ekor, jumlah jari-jari
sirip lunaknya antara 140-150 buah. Sirip ekor tidak tumbuh, sirip
dubur terdiri dari sebaris duri-duri kecil yang lepas-lepas. Tidak mempunyai sirip perut dan ikan ini bersifat karnivor, (Djuhanda, 1981).
IKAN OMPOK
Ikan Ompok (Ompok hypopthalmus) merupakan ikan air tawar yang tergolong kedalam Famili Siluridae. Jenis-jenis
ikan ini sudah dikenali sebagian masyakat yang berada dikawsan Sunda
plat. Akan tetapi nama yang diberikan kepada ikan selai sangat
berfariasi dengan asal dimana jemnis-jenis Ikan Ompok ini di dapat
(Pulungan, 1985).
Ikan Ompok (Ompok hypopthalmus)mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut bentuk penampang punggung agak cembung dengan
bentuk pipih memanjang dibedakan dari semua jenis, Ompok hypopthalmuskepalanya pnjang 4,6-5,3 kali lebih pendek dari panjang
standar,sungut-sungutnya memendek , kira-kira sampai setengah atau
sepanjang diameter mata,sirip dada jauh lebih pendek dari peda kepala,
rahang bawah meruncing melampaui rahang atas, ketika mulut ditutupi
sirip punggung tidak terdapat (Weber dan Debeaufort, 1916; Saanin,
1984; Kottelatet al, 1993).Ikan
Ompok danau merupakan salah satu jenis ikan selais yang ada di Riau dan
termasuk jenis ikan air tawar yang hidup di sungai, anak sungai dan
danau (oxbow lake) yang terdapat disekitar aliran sungai utama di
daerah Riau (Pulungan et al, 1985).
Ikan adalah hewan bertulang belakang yang berdarah dingin, hidup
di air, pergerakan dan keseimbangan tubuhnya menggunakan sirip dan bernafas
dengan insang (Raharjo, 1980). Menurut Mudjiman (2001)setiap ikan
mempunyai makanan yang berbeda. Jika dilihat dari jenis makanannya maka ikan
dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu herbivor, karnivora dan omnivora.
Berdasarkan cara makannya ikan dibedakan menjadi lima golongan yaitu pemangsa (predator),
penggerogot (grazer), penyaring (strainer), penghisap (sucker) dan parasit.
Berdasarkan macam makanannya, ikan dapat
kita bedakan menjadi lima macam golongan yaitu pemakan tumbuh-tumbuhan
(herbivor atau vegetaris, pemakan hewan (karnivor), pemakan tumbuhan dan hewan
(omnivor), pemakan plankton dan detritus (hancuran bahan organik) dan pemakan
dasar (Effendi 1997 Dan Pulungan, Putra, Efriyeldi Dan Efizon, 2001).
Ikan jantan mempunyai kelenjar yang
berwarna putih yang permukaan licin, berisi sel-sel kelamin jantan (sperma) dan
saluran pelepasan disebut vasdeferens. Saluran ini bertemu dan bersatu dengan
saluran kencing. Sedangkan pada ikan betina kelenjar kelaminnya mempunyai
permukaan kasar, berbintik bintik, berisi sel telur dan saluran pelepasan
disebut dengan oviduct. (Suripto 1982)
Ukuran warna gonad bervariasi tergantung
kematangan sel telur tersebut. Beratnya bisa mencapai 12% dari berat
tubuhnya. Kebanyakan testes transparan dan putih. Sedangkan ovari kuning.
(Ridwan, 1980)
Berdasarkan tempat pemijahan. Ikan dapat dimasukkan kedalam beberapa golongan,
yaitu golongan ikan phytopil yang memijah pada tanaman. Golongan psamopil
memijah dipasir. Golongan ikan pelagopil memijah pada kolam air diperairan dan
golongan ikan ostracopil pada cakang yang telah mati (Raharjo, 1980).
Effendie
(1979)menyatakan bahwa sifat seksualitas primer pada ikan ditandai
dengan adanya yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi, yaitu
ovarium dan pembuluhnya. Sifat seksual sekunder adalah tanda-tanda luar yang
dipakai untuk membedakan jantan dan betina. Apabila suatu spesies ikan
mempunyai sifat morfologi yang dapat dipakai untuk membedakan jantan dan
betina, maka spesies itu mempunyai seksual dimorphisme. Dan apabila yang
menjadi tanda itu adalah warna, maka ikan tersebut mempunyai sifat
dicromatisme. Pada ikan jantan mempunyai warna yang lebih cerah dan mebarik
dari pada ikan betina.
Lagler et
al., (1977) menyatakan bahwa perbedaan antara ikan jantan dan ikan betina pada
jenis ikan yang sama dapat dilihat pada ukuran kepala, bentuk kepala, permukaan
tengkorak kepala, bentuk sirip ekor, bentuk badan, bentuk perut, bentuk sirip anus,
dasar sirip dada, bentuk sirip perut dan sirip aus, bentuk serta ukuran lubang
pelepasan alat kelamin.
Tingkat
kematangan gonad dari suatu spesies ikan ada kaitannyua dengan pertumbuhan ikan
itu sendiri dan faktor lingkungan. Tahapan-tahapan perubahan dan perkembangan
gonad dari suatu individu ikan adalah pengetahuan yang sangat penting dalam
biologi perikanan. Dari data perubahan perkembangan ovari dan testes dapat
dibandingkan antara ikan yang belum dewasa dan ikan sudah dewasa, antara ikan
yang sudah matang gonad dan yang belum, antara ikan yang akan bereproduksi
dengan yang sudah bereproduksi. Bahkan dapat diketahui pada ukuran berapa
pertama kali ikan itu mulai matang gonad, memijah dan bisa pula diketahui saat
ikan itu selesai memijah (Lagler et al., 1997).
MenurutBond
(1979), pada umumnya esophagus ikan adalah pendek dan bisa membesar agar
makanan yang agak besar dapat ditelan, dinding-dinding esophagus dilengkapi
dengan lapisan otot dan memanjang, paa ikan-ikan tertentu esophagus bersambung
dengan usus.
Saluran
pencernaan pada ikan terdiri dari dua bagian yaitu saluran pencernaan (tractus
digestivus) dan kelenjar pencernaan (glandula digestoria). Saluran pencernaan
tersebut terdiri dari mulut, kerongkongan, esofagus, lambung dan usus.
Sedangkan kelenjar pencernaan terdiri dari hati dan kantong empedu. Lambung dan
usus juga berfungsi sebagai kelenjar pencernaan(Mudjiman, 2001 dan
putra et al., 2001).
Saluran
pencernaan ikan karnivor biasanya lebih pendek dari pada saluran pencernaan
ikan herbivor, sebab bahan makanan nabati lebih sukar dicerna. Dengan adanya
dinding selulosa yang alot pada tumbuh-tumbuhan, maka untuk mempermudah proses
pencernaannya, ikan herbivor memerlukan usus yang lebih pangjang yang bisa
mencapai 3X panjang tubuhnya (Mudjiman, 2001 dan Putra et al., 2001).
Penyebab tingginya rendahnya angka mortalitas ini selain karena faktor
kematian secra alami juga disebkan oleh faktor-faktor lain. Untuk janis-jenis
ikan yang bernilai ekonomis tinggi faktor yang lain dapat berperan sebagai penyumbang
terbesar angka mortalitasnyua terjadi daripada kematian terjadi secara alami
(Pulungan et al., 2005).
Kematian individu ikan didalam populasi pada habitat tertentu dapat terjadi
mulai dari telur ikan yang baru dilepas keperairan atau yang lelah di buahi,
dimasa larva, ikan dewasa dan ikan yang tua siap untuk mati secara alami.
Pemusbahan pada masih dalam bentuk telur selalu terjadi pada telur-telur ikan
ovipar yang bersifat pelagis. Telur-telur yang mengalami pemusnahan itu dapat
terjadi pada telur-telur ikan yang belum ataupun yang sudah dubuahi. Angka
mortalitas yang tinggi selalu terjadi pada tahap tahap larva sampai individu
ikan menjadi dewasa. Adapun penyebab mortalitas atau kematian secara masal yang
berada disuatu habitat tertentu adalah predasi, penyakit, pencemaran,
pemusnahan secra fisik oleh mesin atau manusia dan gejala alam yang berpengaruh
secara langsung. Sedbgakan pengaruh yang tidak langsung adalah dari faktor
makanan, kondisi lingkungan yang kurang menyenangkan, beberapa jenis parasit
dan tekanan sosial (Pulungan et al., 2005).
Dalam menentukan pendugaan populasi suatu jenis ikan digunakan dua metode
yaitu metode langsung dan metode tidak langsung, metode yang pertama adalah
metode langsung yang dilakukan pada suatu kolam yang luasnya terbatas sebab
kolam terebut dapat dikeringkan airnya dan ikannya dapat dihitung dan ditangkap
satu persatu. Dan metode yang kedua adalah metode tidak langsung dalam metode
ini dilakukan dengan memperhatikan pengurangan cath perunit effort (CPUE).
Dalam hal pendugaan populasi ini dilakukan metode penandaan yang fungsinya
adalah sebagai parameter populasi terdiri atas kepadatan, mortalitas,
recruitment dan laju ekploitasi. Kecepatan dan arah ruaya, penentuan umur dan
pertumbuhan, tingkah laku serta daerah penyebaran (Effendie, 1995). Metode
penandaan itu sendiri dibagi atas marking yaitu berupa penandaan tanda pada
tubuh ikan tanpa menggunakan benda-benda asing, tanda yang diberikan berupa
pemotongan sirip dan pembuatan tato. Sedangkan tagging yaitu pemberian tanda
pada tubuh ikan dengan memberikan benda-benda asing. Benda yang digunakan
adalah yang tidak mudah berkarat seperti perak, aluminium, plastik, nikel,
elbonit dan selloid. Pada tag diberikan tangggal pelepasan, nomor seri dan
kode-kode lainnya. Adapun bagian-bagian tubuh yang diberi tag adalah bagian
kepala meliputi tulang rahang bawah dan tutup insang dan bagian tubuh yang
meliputi bagian depan depan sirip punggung bagian belakang sirip punggung,
bagian tengah badan, sirip lemak dan batang ekor.
Dan utuk metode perhitungan didalam
pendugaan populasi adalah metode petersen, metode zoe schanabel dan metode
schumecher dan eschmeyer. Anak ikan yang baru ditetaskan dinamakan larva,
tubuhnya belum dalam keadaan sempurna baik organ luar maupun organ dalamnya.
Sehubungan dengan perkembangan larva ini, dalam garis besarnya dibagi menjadi 2
tahap yaitu prolarva dan postlarva. Untuk membedakannya, prolarva masih
mempunyai kantung kuning telur, tubuhnya transparan dengan beberapa butir
pigmen yang fungsinya belum diketahui. Sirip dada dan sirip ekor sudah ada
tetapi belum sempurna bentuknya dan kebanyakan prolarva yang baru keluar dari
cangkang telur ini tidak mempunyai sirip perut yang nyata melainkan hanya
bentuk tonjolan saja. Mulut dan rahang belum berkembang dan usunya masih
merupakan tabung yang lurus. Sistem pernapasan dan peredaran darahnya belum
sempurna. Adakalanya larva ikan yang baru ditetaskan letaknya dalam keadaan
terbalik karena kuning telurnya masih mengandung minyak. Apabila kuning
telurnya sudah habis dihisap, posisi larva tersebut akan kembali seperti biasa.
Larva ikan yang baru ditetaskan pergerakannya hanya sewaktu-waktu saja dengan
menggerakkan bagian ekornya ke kiri dan ke kanan dengan banyak diselingi oleh
istirahat karena tidak dapat mempertahankan keseimbangan posisi tegak
(Effendie, 1995).
Masa postlarva ikan adalah masa larva
mulai dari hilangnya kantung kuning telur sampai terbentuknya organ-organ baru
atau selesainya taraf penyempurnaan organ-organ yang telah ada sehingga pada
masa akhir dari postlarva tersebut secara morphologis sudah mempunyai bentuk
hampir seperti induknya. Sirip dorsal sudah dapat dibedakan, demikian juga
sirip ekor sudah ada garis bentuknya. Berenangnya sudah lebih aktif dan
kadang-kadang memperlihatkan sifat bergerombol walaupun tidak selamanya
demikian.